Wednesday, July 29, 2015

INFLASI

1. Siklus Bisnis Dalam Ekonomi MakroA.      Siklus Ekonomi atau Bisnis
Siklus ekonomi adalah fluktuasi ekonomi yang melanda produksi nasional, pendapatan, kesempatan kerja, yang biasanya berlangsung selama 2 sampai 10 th, yang ditandai dengan adanya kontraksi dan ekspansi di seluruh sektor ekonomi.
Menurut Kusnendi (dalam Modul Makroekonomi), siklus bisnis ekonomi adalah fluktuasi pertumbuhasn ekonomi disekitar trendnya yang meliiputi masa depresi,recovery,boom, dan resesi.
Menurut Yanuar,SE,MM (dalam modul pengantar ekonomi makro), Siklus ekonomi adalah pasang surutnya kegiatan ekonomi di sekitar trend setelah dilakukan penyesuaian musiman
Siklus ekonomi adalah putaran kegiatanperekonomian, kadang kegiatan ekonomi lesu- banyak pengangguran, kadang kegiatan ekonomi bergairah-pengangguran kecil-produktivitas naik. (Magistra Media Maya Community Samarinda Option,pdf)
Siklus bisnis adalah suatu deretan masa resesi dan masa kemakmuran yang berulang-ulang dengan teratur dan yang meluas ke mana-mana.  Siklus siklus bisnis ini harus dibedakan dari variasi musiman (berkurangnya penjualan baju hangat pada musim panas) dan kecenderungan (trend) sekular (terutama yang berhubungan dengan populasi seperti ledakan kelahiran bayi). Tahapan-tahaan dari siklus bisnis ini adalah tahapan kulminasi, kontraksi, resesi, nadir, perbaikan, dan ekspansi. (John Petroff. Translation 2005 Roy Sukamto)
Slump / Resesi / Lembah
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang meluas ke mana-mana. Penurunan semacam ini biasanya menyebabkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Suatu resesi yang serius biasanya disebut depresi.
Pengangguran Tinggi
Tingkat permintaan beli rendah atau daya beli yang rendah bila dibandingkan dengan daya produksi yang terpasang / tersedia untuk menghasilkan barang konsumsi. Yang berakibat pada rendahnya laba perusahaan
Perusahaan bisa merugi
Keyakinan akan masa depan makin kecil / menipis. Bisa ditandai dengan anjloknya Index harga saham gabungan
Perusahaan tidak bersedia mengambil resiko investasi baru.
Jika lembah ini cukup dalam = RESESI
Pemulihan / Recovery
Mesin – mesin tua mulai diganti
Kesempatan kerja, pendapatan serta pengeluaran konsumsi meningkat
Harapan akan masa depan makin cerah (IHSG naik)
Penjualan dan laba meningkat
Investasi yang tadinya (pada lembah/resesi) dianggap beresiko kembali diminati karena pandangan atau keyakinan akan masa depan berbalik dari pesimisme menjadi optimisme
Karena permintyaan meningkat, sedangkan pada fase slump tersedia fasilitas produksi twerpasang yang banyak maka perusahaan denganm udah dapat meningkatkan produksi dengan cara mempergunakan kembali apa yang ada serta menggunakan tenaga kerja yang menganggur
Puncak / Peak
Penggunaan kapasitas terpasang pada kondisi tertinggi
Mulai merasakan kurangnya tenaga kerja, terutama tenaga kerja ahli / terampil
Kekurangan bagan baku
Output hanya dapat ditingkatkan dengan menambah investasi baru yang memerlukan waktu
Kenaikan permintaan diikuti dengan kenaikan harga, DEMAND > SUPPLY
Biaya cenderung meningkat (COST Meningkat) namun Price (harga jual ==>> Sales) juga meningkat
Kegiatan usaha umumnya masih sangat menguntungkan
Hingga mencapai BOOM, ditandai dengan IHSG Super BULLISH.
Resesi / Slump ==>> Jatuhnya GNP Riel
Permintaan menurun
Pendapatan rumah tangga menurun
Laba usaha turun
Investasi yang tadinya menguntungkan dengan kurangnya permintaan akan barang menjadi tidak menguntungkan / tidak menarik / makin beresiko
Suatu siklus dalam kegiatan ekonomi mencerminkan fluktuasi (gerak menaik dan menurun) secara bergelombang pada kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Fluktuasi serupa itu terjadi secara berulang dalam suatu jangka waktu tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa siklus kegiatan ekonomi terulang secara periodic, akan tetapi tidak mutlak perlu bersifat regular; artinya, jangka waktu itu dalam masing-masing siklus tidak harus selalu sama lamanya.
Pola siklus ekonomi mencakup tahap ekspansi yang pada suatu saat berbalik menuju tahap kemunduran yang kelak disusul oleh pemulihan ke arah ekspansi lagi. Tahap ekspansi ditandai oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan meluas secara bersam-sama di berbagai ragam kehidupan. Tahap ekspansi disusul oleh tahap kemunduran umum yang bersifat resesi. jika kemunduran itu berlangsung terus menerus selama masa waktu yang lebih panjang, maka resesi menjurus pada tahap depresi dimana dialami proses kontraksi (kegiatan ekonomi berkurang menjadi tersendat-sendat dan terbelakang).
Siklus ekonomi menyangkut segala segi ekonomi dalam kehidupan masyarakat yang akhirnya tercermin pada produk nasional dan pendapatan nasional.
Pengertian tentang teori siklus ekonomi sangat relevan dalam rangka pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang menyangkut kebijaksanaan Negara untuk melakukan perubahan structural dalam tata susunan ekonomi masyarakat  tak dapat tiada meliputi usaha jangka panjang yang memakan masa waktu beberapa generasi serta selalu dihadapkan dengan berbagai rupa hambatan dan rintangan.
Oleh sebab itu, sudah masuk akal bilamana kita menempatkan kembali pelajaran yang menyangkut siklus kegiatan ekonomi sebagai jalur pemikiran yang saling berkaitan dengan pemikiran yang saling berkaitan dengan pemikiran dalam teori ekonomi umum, bahkan sebagai bagian integral daripadanya.
Asal mula pemikiran perihal siklus ekonomi
Pada pertengahan abad 19 oleh John Stuart Mill, principle of political economy (1848) telah diungkapkan tentang adanya krisis-krisis komersial (commercial crisis) yang muncul secara periodic. Dalam tahun yang sama, oleh Marx dan Engels dalam Communist Manifesto juga dinyatakan tentang krisis komersial yang dialami secara ulang dan periodic sebagai salah satu cirri pokok system kapitalis.
Kemudian seorang ilmuwan Perancis, Clement Juglar, dibeberkan secara lebih empiris-sistematis sifat dan corak krisis komersial yang berulang secara periodic. Juglar pula yang pertama kali menggunakan istilah siklus (cycle) dengan menonjolkan perkiraan-perkiraan tentang lamanya masa waktu menaik menurun-nya kegiatan ekonomi di antara dua krisis. Dengan kata lain ditunjukkannya pada panjang pendeknya gelombang dalam sesuatu siklus kegiatan ekonomi : dari titik terendah sampai titik terendah berikutnya.
Pada akhir abad 19 atau awal abad 20, dunia ilmu ekonomi diperkaya oleh buah pikiran ekonom Rusia, Tugan-Baranowski. Tugan-Baranowski telah dapat menyajikan suatu kerangka analisis dan dasar teori yang kelak menjadi landasan bagi pemikiran modern dalam ilmu siklus ekonomi. Tugan-Baranowski pula lah yang mengawali perkembangan teori-teori siklus ekonomi yang selama ini dikembangkan dan dipaparkan sejumlah tokoh pemikir lainnya,yang ternyata dalam kajian-kajiannya sudah terdapat telaahan dan kajian penting mengenai teori investasi dan peranannya dalam kegiatan usaha dan pembentukan pendapatan serta adapula yang menekankan pada arti dan fungsi konsumsi. Akan tetapi hal itu masih belum jelas terungkapkan secara terpadu mengenai kaitan anatara factor-faktor yang berpengaruh itu. Lagipula perkembangan teori di bidang ilmu siklus ekonomi selam itu berlangsung dalam suatu jalur pemikiran tersendiri, seakan-akan terpisah dari teori ekonomi umum. Namun hal tersebut menjadi berkaitan dan memiliki keterpaduan dalam kerangka analisis dan system pemikiran yang dikembangkan oleh Keynes yang kemudian disusun secara lebih kohesif-sistematis oleh Hansen.
Dari kerangka analisis Keynes mengenai fluktuasi dalam gerak kegiatan usaha sering ditandai oleh goncangan-goncangan yang membawa dampak luas terhadap ekonomi masyarakat secara menyeluruh,terutama melalui goncangan pada pendapatan dan kesempatan kerja. Keynes juga memperhatikan perkembangan pemikiran yang telah dirintis oleh pakar ekonomi di Eropa Kontinental, sehingga pemikiran-pemikiran mereka diandalkan dalam karya Keynes.
Kerangka analisis dan pola pendekatan dalam system pemikiran Keynes merupakan perkembangan lanjutan secara logis dari perkembangn pemikiran yang sebelumnya berlangsung di Eropa continental. Namun yang mengherankan ialah bahwa setelah Keynes-Hansen, pemikiran teoritis tentang permaslah fluktuasi dalam gerak kegiatan ekonomi seolah-olah diabaikan. Sikap tersebut di akalngan ahli seakan-akan gejolak fluktuasi ekonomi sudah dapat ditanggulangi secara memadai oleh kebijksanaan fiscal yang kontra-siklis atau oleh langkah tindakan di bidang moneter.
Perkembangan selama dasawarsa-dasawarsa ’70 dan ’80 membuktikan bahwa anggapan-anggapan serupa itu tidak dibenarkan oleh kenyataan empiris. Baru beberapa tahun terakhir ini timbul lagi perhatian dan minat untuk mempelajari dan memahami secara lebih mendalam hal-hal yang menyangkut gerak gelombang kegiatan ekonomi. terutama pada serangkaian factor dinamika yang mengambilperanan strategis dalam perkembangan dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Jenis Siklus Ekonomi
Dari karya Joseph Schumpeter, terdapat empat jenis siklus ekonomi.
1.   Siklus jangka pendek, menyangkut gerak gelombang kegiatan ekonomi selam 3-4 tahun (rata-rata berkisar pada 40 bulan) dari tingkat terendah sampai tingkat terendah berikutnya. siklus ini dikenal dengan siklus Kitchen (Joseph Kitchen), yang membeberkan adanay siklus ekonomi dengan menunjuk pada cirri pokoknya. Faktor dinamika yang sangat mempengaruhi perkembangan dalam siklus jangka pendek berkenaan dengan investasi dalam persediaan stok barang-barang.
2.   Siklus jangka menengah, meliputi masa waktu 7-11 tahun (rata-rata berkisar pada 9 tahun) dan disebut Siklus Juglar. Pola dan arah perkembangannya dipengaruhi terutama oleh investasi dalam barang modal atau perlatan modal fisik yang bersifat tetap.
3.    Siklus jangka menengah/panjang meliputi masa waktu 15-22 tahun (rata-rata kurang dari 20 tahun) dan disebut Siklus Kuznets. Kuznets menunjuk pada berlangsungnya siklus ini yang berada di antar masa waktu Siklus Juglar dan Gelombang Kondratieff (jangka panjang). dalam siklus ini kegiatan sector konstruksi dianggap mengambil peranan penting; bukan hanya sebagai cermin kegiatan usaha konstruksi, melainkan pada gilirannya dilakukan berbagai investasi yang bersangkutan dengan sector prasarana, bangunan,perumahan.
4.    Gerak kecenderungan jangka panjang menyangkut gelombang ekonomi selama masa waktu 40-60 tahun (rata-rata 54 tahun) dan disebut denga gelombang Kondratieff (Nicolai Kondratieff), berdasarkan penelitiannya ada empat factor kekuatan mendasar yang mempengaruhi pola dan arah gerak kecenderungan dalam ekonomi jangka panjang yaitu : (1) inovasi dan teknologi, (2) peperangan dan revolusi, (3) produksi emas, (4) SDA, khusus sector pertanian.
faktor-faktor kekuatan strategis dalam tiga siklus di atas sedikit banyak bersifat endogen, artinya factor tersebut terkandung dalam proses kegiatan ekonomi sendiri yang berlangsung dalam tata susunan ekonomi. sedangkan dalam gelombang jangka panjang, perkembangan ekonomi sangat dipengaruhi serangkaian factor dinamika yang bersifat eksogen.

1.        Siklus Kitchen Dalam Perkembangan Jangka Pendek
Oleh Joseph Kitchen, dalam Cycles and Trend s in Economic Factors, Review of economic Statistics no.5 (1923) dibentangkan tentang gerak kegiatan ekonomi yang meningkat dan menurun dalam jangka pendek. Satu sama lain terlihat pada produksi dan kesmpatan kerja, dan juga pada perkembangan harga komoditi primer. Fluktuasi yang dimaksud berlangsung tidak begitu lama dan berkaitan dengan bertambahnya atau berkurangnya investasi dalam stock barang-barang yang diperlukan dalam satuan-satuan usaha. oleh sebab itu, siklus Kitchen juga dipandang sebagai inventory cycle (inventaris barang).
Faktor-faktor utama yang mendorong fluktuasi dalam kegiatan ekonomi jangka pendek bersifat endogen. Dalam tahap ekspansi di kala kegiatan ekonomi meningkat dan meluas, oleh dunia usaha dilakukan penambahan investasi ke dalam persediaan stok. Pada titik puncak perkembangan jangka pendek, kegiatan ekspansi mengalami beberap kendala,seakan-akan mengalami kejenuhan. kendala-kendala yang dimaksud ada sangkut pautnya dengan tercapainya suatu keadaan dimana kapasitas produksi yang terpasang dalam masyarakat sudah digunakan sepenuhnya dengan kesempatan kerja penuh. Adapun dalam proses ekspansi ekonomi mengalami kesulitan-kesulita dalam lalu lintas pembayaran luar negeri. Dengan batasan-batsan tersebut proses ekonomi menjadi terseret. perkembangannya menurun dan menuju pada tahap resesi. Dalam keadaan ini, dialami surplus dalam persediaan stok barang-barang sebagai akibat investasi di tahap selanjutnya.
Dalam praktek biasanya terjadikelambatan pada pihak dunia usaha maupun pihak kebijaksanaan pemerintah dalam respons dan reaksinya terhadap perekmbangan keadaan yang sudah berubah. dengan kata lain, sering dialami ketinggalan waktu ataupun time-lag dalam reaksi dan respons terhadap perubahan-perubahan ekonomi. unsure time-lag sangat penting artinya,di kala hendak dilakukan langkah tindakan kontra-siklus,timingnya sudah tidak tepat dan (jauh) terlambat sehingga hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Permasalhan inikurang diperhatikan dalam pola pendekatan dalam system analisis pemikiran Keynes dan golongan Neo Keynes. Hal ini pun oleh Galbraith dianggap sebagai asimeuri politik (political asymery).
Dengan begitu, secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan ekonomi di Negara-negara industry memang secara berkala mengalami goyangan dalam jangka pendek. Kebanyakn Negara berkembang mempunyai corak ekonomi terbuka yang dewasa ini sangat tergantung dari produksi dan ekspor komoditi primer. Negara tersebut senantiasa mengalami dampak dari factor eksternal yang bersumber dari naik turunnya kegiatan ekonomi di Negara-negara industry. Hal itu menimbulkan fluktuasi pada permintaan akan komoditi primer dari Negara-negara berkembang.
Hal itu tentu membatasi ruang gerak kebijaksanaan pemerintah di bidang neraca pembayaran luar negeri. Dengan kata lain, goncangan siklis-konjungtural menyulitkan konsistensi dan kontinuitas akan kebijaksanaan structural dalam rangka pembangunan ekonomi. Hal yang sama berlaku mengenai ramifikasi (akibat pengaruh ang bercabang-cabang di berbagai ragam kegiatan ekonomi) dari siklus jangka menengah.

2.        Siklus Juglar dalam Perkembangan Jangka Menengah
Clement Juglar harus dipandang sebagai seorang pionir dalam ilmu siklus ekonomi. Sebab, ialah yang untuk pertama kali memaparkan secara sistematis hasil pengamatannya dan kajiannya mengenai sebab krisis dan depresi yang secara berulang terjadi dalam siklus kegiatan ekonomi.
Clement Juglar sebenarnya adalah seorang dokter kesehatan yang tidak mendapat pendidikan formal sebagai ekonom profesional. Meskipun begitu dalam penilaian Schumpeter, Juglar adalah seorang genius yang dari segi penguasaan metode ilmiah dan berdasarkan karyanya dibidang ekonomi harus dianggap sebagai seorang pakar ekonomi besar sepanjang masa.
Judul karya Juglar sudah jelas mencerminkan pengamatannya tentang peristiwa krisis yang muncul secara berulang (retour) dan berkala (périodique) dalam fluktuasi siklus kegiatan usaha. Studinya menyangkut perkembangan ekonomi di tiga buah negara : Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga negara itu merupakan negara-negara industri yang terkemuka dalam bagian kedua abad XIX.
Analisis Juglar didukung oleh banyak data statistik yang secara luas meliput berbagai segi ekonomi : harga komoditi, tingkat bunga, kredit perbankan, perkembangan penduduk, tingkat perkawinan, dll. Pendekatannya terhadap permasalahan yang dipelajari menunjukkan pandangan terpadu antara fenomena ekonomi, perspektif sejarah dan statistik-empiris. Dengan demikian, Juglar dapat memberi gambaran tentang hubungan/ korelasi (jalan perkembangan yang seiring-searah) diantara data-data mengenai berbagai bidang kegiatan yang dimaksud di atas. Satu sama lain memberi pengertian yang lebih jelas mengenai proses dan mekanisme silih-bergantinya secara susul-menyusul tahap ekspansi-kemakmuran dan tahap resesi-depresi. Dalam kerangka pemikiran Juglar siklus ekonomi meliputi tiga tahap : (1) tahap ekspansi dalam kegiatan ekonomi yang menuju pada kemakmuran (prosperity); (2) tahap krisis; (3) tahap likuidasi. Krisis tidak dapat dihindarkan dalam berlangsungnya siklus ekonomi, tetapi dapat diperkirakan sebelumnya. Ternyata bahwa perkiraan-perkiraan Juglar mengenai perkembagan yang dimaksud juga akurat.
Oleh Juglar sendiri tidak dikemukakan suatu kurun waktu yang pasti yang memisahkan satu krisis dari saat terjadinya krisis yang berikut; ia hanya menunjuk pada masa jangka menengah yang meliputi minimal 7 tahun dan maksimal 11 tahun, sedangkan dalam perkembangan sejarah masa rata-rata berkisar pada 9 tahun.
Penelitian Juglar pada awalnya ditujukan kepada perkembangan harga barang selama berlangsungnya siklus yang mencakup beberapa tahap yang susul-menyusul. Sejalan dengan itu dipantau peranan tingkat bunga dan pengaruh kredit perbankan dalam perkembangan yang menuju ke arah krisis. Tahap ekspansi yang ditandai oleh kecenderungan kenaikan harga selalu menjurus kepada keadaan krisis. Pada saat ini, perkembangan berbalik dan kegiatan usaha menurun sampai mencapai tingkat rendah dan tertekan. Timbulnya suatu krisis tergantung dari konstelasi umum keadaan ekonomi masyarakat. Walaupun terjadi peperangan misalnya, atau musibah alam, atau penyalahgunaan kredit perbankan dan/ atau terlalu banyak uang dicetak, segala sesuatu bisa mempercepat kejadian krisis. Akan tetapi peristiwa krisis itu sendiri baru timbul dikala situasi ekonomi sudah mencapai suatu tahap tertentu ketika krisis tidak dapat dihindarkan lagi. Krisis itu didahului oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan kemudian ditandai oleh rupa-rupa gejala; ciri-ciri ekspansi menjadi sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan perkembangan ekonomi sudah mendekati tahap krisis.
Menurut Juglar krisis dan depresi merupakan akibat dari distorsi-distorsi yang terjadi dalam tahap ekspansi sebelumnya. Dengan kata lain, sebab-musabab krisis dan depresi sudah terkandung dalam perimbangan-perimbangan keadaan yang berkembang selama tahap ekspansi.
Krisis dan depresi adalah reaksi dari sistem ekonomi terhadap kegiatan ekspansi dalam tahap sebelumnya; ataupun suatu proses adaptasi (penyesuaian) dan restrukturasi dengan perubahan kondisi yang merupakan akibat dari perkembangan ekspansi itu sendiri. Salah satu sebab diantaranya ialah perkembangan harga yang semakin meningkat sehingga pada suatu saat dianggap terlalu tinggi oleh para calon pembeli. Harga umum barang-barang jatuh dan mulailah krisis, yang kemudian menjadi depresi. Dalam tahap itu, terjadi likuidasi yang meluas dalam dunia usaha.
Juglar menunjuk pada perkembangan harga sebagai fenomena. Nampak kurangnya dikaji dan dijelaskan tentang sebab yang lebih mendalam yang berkaitan dengan jatuhnya tingkat harga umum itu, selain pengamatannya bahwa kegiatan ekspansi yang disertai oleh kenaikan harga sudah mencapai tingkat yang terlalu tinggi.
Sementara itu karya Juglar telah meratakan jalan bagi pengembangan analisis modern mengenai siklus kegiatan ekonomi. Menurut Schumpeter gagasan Clement Juglar dan pengaruhnya harus dinilai berdasarkan tiga macam pertimbangan.
Pertama, Juglar menggunakan bahan empiris dalam metode serial waktu (time series) mengenai perkembangan harga komoditi, tingkat bunga, dan neraca-neraca bank sentral. Pekerjaannya dilakukan secara sistematis yang ditujukan pada sasaran-sasaran yang jelas dengan pengkajian mendalam terhadap fenomena permasalahan yang diidentifikasikan. Hal itu merupakan metode pendekatan fundamental dalam analisis modern mengenai tahap-tahap dalam gerak kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, wajar bilamana Clement Juglar dianggap sebagai pelopor dalam teori siklus ekonomi (di jaman itu dikenal sebagai teori konjungtur).
Kedua, Juglar selain menemukan siklus ekonomi yang berjangka 7-11 tahun (rata-rata 9 tahun) juga mengembangkan semacam morfologi (pengertian atas gambaran tentang struktur dan bentuk luar) dari siklus yang dimaksud, yaitu identifikasi tentang urutan pentahapan (sequence) ekspansi, krisis, dan likuidasi. Morfologi modern mengenai gerak gelombang kegiatan ekonomi masyarakat bersumber pada karya Juglar. Begitu pula mengenai munculnya fenomena secara berulang dan periodik (retour périodique).
Ketiga, kesimpulan pokok dalam analisis Juglar ialah bahwa sebab utama terjadinya krisis dan depresi sudah terletak pada perimbangan-perimbangan keadaan dalam tahap ekspansi yang sebelumnya. Krisis dan depresi merupakan reaksi dan proses adaptasi terhadap berbagai ketimpangan yang terciptakan oleh perkembangan ekspansi yang mendahuluinya. Tentu kesimpulan tersebut mengandung pertanyaan : apa yang menjadi sebab pokok yang membangkitkan suatu keadaan ke arah ekspansi dan faktor-faktor yang manakah yang mendorong kegiatan ekspansi ke arah tingkat puncaknya.
Dalam hal ini analisis Juglar ternyata kurang memuaskan.
Baru pada awal abad XX segi permasalahan tersebut diteliti dan dikaji secara lebih mendalam yaitu oleh Tugan-Baranowski dan berikutnya oleh Arthur Spiethof.
Berdasarkan landasan pemikiran yang telah diletakkan oleh Clement Juglar dan dengan memanfaatkan bahan-bahan bangunan dalam analisisnya, oleh Tugan-Baranowski dan Spiethof ditonjolkan faktor investasi sebagai peran utama dalam gerak siklus kegiatan ekonomi. Memang harus dicatat bahwa dalam gagasan Juglar sendiri peran investasi kurang disoroti secara spesifik dan terinci.
Dalam periode pasca Perang Dunia II pemikiran-pemikiran Juglar, Tugan-Baranowski, Spiethof dll seakan-akan terlupakan oleh para ekonom profesional. Baru sejak awal dasawarsa ’80 ada lagi perhatian khusus terhadap bidang permasalahan ini. Hal itu terungkapkan dalam karya Miyohei Shinohara, seorang tokoh ekonomi dari Jepang yang menunjuk kepada arti dan relevansi hasil pemikiran Juglar (dan Kondratieff) bagi perkembangan ekonomi dunia dewasa ini dan dasawarsa-dasawarsa mendatang.
Dalam penafsiran Shinohara atas kerangka landasan pemikiran Juglar, dijabarkan secara eksplisit bahwa gerak siklus ekonomi jangka menengah yang dibeberkan oleh Juglar bersangkut-paut dengan investasi dalam peralatan modal fisik yang bersifat tetap (berbeda dengan investasi dalam stok barang seperti terdapat dalam Siklus Kitchen). Penafsiran Shinohara atas gagasan Juglar ini menurut hemat saya mempunyai dasar yang kuat.
Menurut Shinohara teori Juglar dan teori Kondratieff mengandung makna yang besar bagi pengertian kita tentang perkembangan ekonomi dunia setelah Perang Dunia II dalam abad XX ini, khususnya sebagaimana yang selama ini berlangsung di kawasan Asia-Pasifik.
Munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi yang menonjol, diikuti oleh perkembangan dinamis sejumlah negara industri baru di Asia Timur dan berlangsungnya proses pembangunan di negara-negara Asia Tenggara, semuanya sulit dipahami tanpa memperhatikan serangkaian pikiran yang semula dirintis oleh Juglar dan Kondratieff. Untuk perkembangan jangka menengah, hal itu khusus berkaitan dengan investasi dalam peralatan modal tetap yang terlaksana di Jepang, maupun di Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura dan kemudian diikuti oleh negara-negara Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut ditandai oleh berlangsungnya siklus-siklus Juglar dengan adanya beberapa puncak tingkat investasi di awal dasawarsa ’60 dan awal dasawarsa ’70. Sedangkan dalam perkembangan jangka panjang selama dasawarsa ’50 dan ’60 sampai terjadinyakrisis minyak pada pertengahan dasawarsa ’70, boleh dikatakan tidak dialami depresi yang berkepanjangan, meskipun beberapa kali memang terjadi resesi. Akan tetapi, resesi-resesi yang dimaksud bersifat agak lunak dan hanya berlangsung selama waktu yang relatif pendek.

3.        Siklus Kuznets dalam Perkembangan Jangka Menengah/ Panjang
Pandangan Simon Kuznets pada umumnya dihubungkan dengan karya besarnya mengenai perhitungan nasional dan penjabarannya tentang unsur-unsur komponen dalam pendapatan nasional. Hal itu telah disajikan di bagian lain dalam tinjauan kita mengenai perkembangan teori umum.
Di sini hanya ditelaah pemikiran Kuznets yang khusus menyangkut siklus kegiatan ekonomi,Economic Change (1953).
Kuznets menunjuk pada dinamika yang bersangkutpaut dengan kegiatan di sektor konstruksi yang meliput prasarana, bangunan komersial dan industri, perumahan, dsb. Kegiatan konstruksi di berbagai bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat penting karena pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah, oleh dunia usaha, dan pengeluaran pembangunan dalam masyarakat pada umunya. Pengeluaran yang secara langsung dan tidak langsung berkenaan dengan kegiatan konstruksi itu juga mengalami fluktuasi.
Siklus Kuznets menjangkau masa waktu antara 15-22 tahun, lebih lama dari Siklus Juglar dan lebih pendek dari Gelombang Kondratieff. Pengamatan empiris-statistik dalam abad XX mengungkapkan jangka waktu rata-rata siklus ini berkisar pada 16-17 tahun : terdiri atas 11 tahun kegiatan ekspansi dan disusul oleh 5-6 tahun proses kontraksi. Satu sama lain berkenaan dengan pengaruh sektor konstruksi, yaitu meningkatnya dan menurunnya kegiatan di sektor tersebut.
Pengeluaran konstruksi melibatkan kegiatan di serangkaian ragam industri lainnya, seperti diantaranya kayu, semen, besi dan baja, perabotan, barang pecah-belah, dan lain-lain sebagainya untuk keperluan gedung komersial dalam rumah tangga keluarga. Dampak multiplier (pengaruh berganda) terhadap pendapatan dan kesempatan kerja memang meluas dan sangat berarti dalam ekonomi masyarakat.
Arti dan peranan konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi harus dilihat dalam kaitannya dengan serangkaian variabel ekonomi maupun variabel demografi : tumbuhnya generasi demi generasi, perkembangan jumlah rumah tangga keluarga, gerak arus imigrasi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi biaya tenaga kerja, harga bahan bangunan, tingkat bunga, dsb. Semuanya itu secara bersamaan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maupun fluktuasinya dalam gerak kegiatan ekonomi.
Siklus Kuznets juga dianggap sebagai ciri penting dalam proses pertumbuhan dan sehubungan dengan itu, pola pemikiran dalam sistem Kuznets merupakan sumbangan yang berarti bagi perkembangan teori pertumbuhan. Bisa saja terjadi bahwa dalam rangka siklus Kuznets gerak kegiatan ekonomi sedang menanjak dalam suatu tahap ekspansi, akan tetapi dilihat dalam perkembangan jangka panjang (dalam rangka gelombang Kondratieff) sudah berada dalam tahap kecenderungan yang sedang menurun
Gelombang Kondratieff disebut di muka sebagai salah satu diantara empat jenis siklus ekonomi. Gagasan Kondratieff kelak akan dibahas lebih lanjut dan secara lebih luas dalam bagian tersendiri. Kerangka analisis dan pendekatan dalam sistem pemikiran Kondratieff ditujukan kepada permasalahan dalam perkembangan jangka panjang. Pola dan arah perkembangan tersebut dipengaruhi oleh serangkaian faktor dinamika yang bersifat eksogen.
Sebelumnya terlebih dahulu akan disimak pokok-pokok pemikiran siklus ekonomi sebagaimana yang dikembangkan oleh sejumlah pakar ekonomi dalam bagian pertama abad XX : mulai dengan Tugan-Baranowski di awal abad ini sampai dengan pemikiran Keynes-Hansen pada pertengahan abad. Pemikiran-pemikiran yang dimaksud pada umumnya berkisar pada gerak kegiatan ekonomi jangka pendek dan menengah dengan menekankan pada peranan faktor dinamika yang lebih bersifat endogen.
Dalam tinjauan ini, diadakan pembedaan antara beberapa kelompok teori siklus ekonomi. Tolok ukur bagi masing-masing kelompok berkenaan dengan fakor dinamika yang dianggap sebagai variabel strategis yang menyebabkan fluktuasi dalam perkembangan ekonomi : arti dan peranan investasi, arti dan peranan konsumsi, arti dan peranan fakor moneter.
4.        Peranan Investasi dalam Siklus Ekonomi : Mikhailov Tugan-Baranowski (1865-1919); Arthur Spiethof (1873-?)
Dalam pandangan kelompok ini menaik-menurunnya kegiatan ekonomi bersangkutpaut dengan perubahan-perubahan pada volume dan tingkat investasi, khususnya investasi riil (barang modal fisik yang bersifat tetap).
Dalam hubungan ini harus dibedakan antara investasi riil dan investasi finansial. Investasi riil berkenaan dengan pembuatan peralatan barang modal yang baru. Hal itu berarti secara riil terjadi tambahan netto pada barang modal (nett capital formation) dari berbagai jenis dan ragam barang di berbagai bidang, apakah itu dalam bentuk mesin, gedung komersial, perumahan, dsb.
Di pihak lain, investasi finansial terjadi dalam hal pembelian/ pengalihan milik mengenai surat-surat berharga seperti saham atau obligasi, surat perbendaharaan negara, surat berharga komersial dalam dunia usaha, dsb.
Dibidang investasi riil lazim diadakan pembedaan antara : (i) investasi dalam barang modal tetap yang meliputi a.l. peralatan pabrik, peralatan modal, konstruksi bangunan; (ii) investasi dalam inventaris : stok persediaan barang berupa bahan baku, bahan penolong/ setengah jadi, suku cadang, produk akhir.
Mikhailov Tugan-Baranowski dengan bukunya Studien zur Theorie und Geschichte der Handelskrisen in England (1901), terjemahannya dalam bahasa Perancis, Les Crises indrustrielles en Angleterre(1913), dapat dianggap sebagai pakar ekonomi paling terkemuka diantara pemikir-pemikir ekonomi berbangsa Rusia yang sangat menonjol dalam abad XX sampai zaman pasca revolusi Bolsyevik tahun 1917. Sebagaimana hanlnya dengan pakar-pakar ekonomi Rusia lainnya, pola pendekatan Tugan-Baranowski  terhadap masalah-masalah ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh pandangan Karl Marx. Selain kemahirannya dalam teori ekonomi, Tugan-Baranowski juga sangat mendalami ilmu sejarah dan selalu melakukan perpaduan antara pemikiran ekonomi dengan perkembangan sejarah. Dalam pada itu, ia juga mengenal dan terus-menerus mengikuti perkembangan teori ekonomi di pusat-pusat pemikiran di Wina, Austria, dan di Cambridge, Inggris. Tugan-Baranowski bukan merupakan pemikir Marxis yang dogmatis, bahkan dalam banyak hal penting ia mengadakan pengkajian kritis terhadap ajaran Marx.
Tugan-Baranowski melengkapi dan menyempurnakan seperangkat pikiran yang landasannya telah diletakkan oleh Clement Juglar. Suatu siklus dalam kegiatan ekonomi, menurut Tugan Baranowski, boleh panjang atau pendek tergantung dari kondisi dan konstelasi ekonomi yang secara nyata berlangsung pada tahap-tahap tertentu dalam sejarah. Ia juga membenarkan hasil kajian Juglar tentang adanya krisis-krisis yang terjadi secara berulang dalam perkembangan jarak waktu 7-11 tahun.
Inti pokok dalam teori siklus ekonomi yang dikembangkan oleh Tugan Baranowski berkisar pada saran pendapatnya tentang investasi sebagai faktor pendorong utama dalam kegiatan ekonomi. Fluktuasi (perubahan-perubahan yang menaik-menurun) pada investasi menyebabkan fluktuasi dalam kegiatan ekonomi mesyarakat secara menyeluruh. Ciri perkembangan ekonomi inilah yang kurang dijelaskan dalam sistem pemikiran Juglar.
Kenyataan empiris menunjukkan bahwa fluktuasi besar dalam kegiatan ekonomi adalah fluktuasi yang ada sangkutpautnya dengan perubahan-perubahan dalam produksi barang modal. Hal ini mengandung ramifikasi luas bagi kegiatan di sektor-sektor lainnya, termasuk industri untuk barang konsumsi. Dalam hubungan ini, diungkapkan tentang adanya interdependensi antara berbagai ragam kegiatan ekonomi dan cabang industri dalam tata susunan ekonomi secara menyeluruh. Produksi barang modal menimbulkan permintaan akan barang-barang lain. Dalam tahap ekspansi akumulasi pembuatan barang modal meningkatkan permintaan umum akan hasil produksi industri lain. Dalam proses tersebut, pendapatan masyarakat bertambah secara berlipat sebagai akibat tambahan netto pada investasi riil.
Dengan kata lain, disini sudah mulai terlihat paham tentang multiplier sebagaimana akan dikembangkan puluhan tahun kemudian oleh Keynes dan para pengikutnya. Dalam kerangka pemikiran Tugan-Baranowski masalah ini belum ditanggulangi secara lengkap tuntas karena tidak ditemukan atau dikembangkannya paham mengenai hasrat marginal berkonsumsi.
Ekspansi kegiatan ekonomi dibiayai dari tiga sumber : (1) tabungan dan cadangan yang tersedia yang belum digunakan; (2) tabungan berjalan dari peningkatan pendapatan; (3) kredit perbankan yang menjadi semakin longgar.
Produksi barang modal riil mulai berkurang dan akan berakhir pada tahap dimana sumber dana pembiayaan semakin menciut, khususnya dari kredit perbankan.
Krisis dibidang industri terjadi setelah adanya krisis finansial. Namun menurut pendapat Tugan-Baranowski, kesulitan moneter bukan menjadi sebab utamanya, melainkan merupakan fenomena sekunder sebagai akibat dari ebab yang lebih mendasar. Hal terakhir ini berkenaan dengan ketidakseimbangan dan disproporsionalitas antara akumulasi sumber daya produktif dan kemampuan untuk berkonsumsi.
Krisis yang disusul oleh resesi dan pada gilirannya menjurus ke depresi berarti kegiatan ekonomi semakin berkurang dan menurun sampai tingkat yang rendah dan tertekan. Hal itu menyebabkan adanya ketidakseimbangan dan ketimpangan dalam alokasi dan penggunaan sumber daya produksi secara proporsional diantara berbagai sektor ekonomi dan berbagai ragam industri. Dengan kata lain, terjadi distorsi dalam alokasi atau pola penggunaan sumber daya produksi. Ada beberapa jumlah cabang ekonomi dimana dialami produksi yang berlebihan, ada cabang-cabang lain dimana dirasakan kekurangan produksi. Dalam keadaan demikian, keseimbangan antara penawaran agregatif dan permintaan agregatif juga menjadi goncang. Hal itu menyebabkan apa yang oleh Tugan-Baranowski dimaksud sebagai “kelebihan produksi diatas kemampuan berkonsumsi”. Tetapi pengertian tersebut harus dianggap dalam arti relatif, karena menunjuk pada ketimpangan dalam penggunaan sumber daya produktif diantara sektor-sektor ekonomi. Dari segi lain, hal ini juga dapat dilihat sebagai ketimpangan antara tabungan dan investasi.
Semua itu mengakibatkan timbulnya kesulitan dibidang uang dan kredit. Faktor lain yang mempertajam disparitas dan distorsi dalam proses produksi dan konsumsi ialah terjadinya banyak spekulasi dikala kegiatan ekspansi semakin meningkat.
Kelak suatu keseimbangan yang baru hanya bisa tercapai dengan tersisihnya sebagian peralatan modal di sektor-sektor yang mengalami ekspansi secara berlebihan (menjadi usang atau berkarat sehingga kehilangan arti ekonomis dan teknis).
Keadaan stagnasi umum menyusul tahap ekspansi. Siklus ekonomi beralih dari tahap kemakmuran menjadi resesi dan menuju tahap depresi. Dalam tahap depresi itu, kemudian akan terjadi lagi akumulasi sumber dana pembiayaan. Tersedianya dana modal tersebu akan mendorong penggunaannya dalam investasi barang modal. Hal ini memulihkan keadaan ekonomi dan membangkitkan kegiatan usaha ke arah tahap ekspansi yang kemudian menuju ke titik puncaknya. Terjadilah krisis lagi dan keadaan berbalik menjadi resesi menuju depresi. Dengan begitu siklus kegiatan ekonomi berjalan menurut suatu gelombang yang baru.
Fakor strategis dalam penentuan siklus ekonomi terletak pada pihak investasi, dan bukan pada pihak konsumsi. Fluktuasi pada volume dan tingkat investasi mempengaruhi dan mengendalikan siklus kegiatan ekonomi, sedangkan konsumsi menaik dan menurun sebagai respons dan reaksi terhadap gerak kegiatan tersebut.
Menurut Tugan Baranowski terjadi banyak fluktuasi pada tingkat investasi. Sebaliknya tabungan dari pendapatan relatif konstan dan tidak mengalami banyak perubahan.
Dalam tahap ekspansi, investasi melebihi tabungan berjalan (current savings), yaitu tabungan yang disisihkan dari pendapatan yang sedang diterima dalam jangka waktu tertentu. Permintaan untuk investasi yang melampaui tabungan berjalan menimbulkan kesenjangan. Kesenjangan tersebut diisi atau dilengkapi dengan dilepaskannya cadangan dan/ atau tabungan dari zaman sebelumnya atau karena diperoleh kelonggaran dalam kredit perbankan.
Sebaliknya pada tahap depresi, investasi menjadi berkurang dan jatuh dibawah tabungan berjalan. Sisa kelebihan tabungan ini dimasukkan ke dalam persediaan cadangan dana atau digunakan untuk pembayaran kembali utang-utang kepada bank.
Oleh Tugan-Baranowski belum dijelaskan secara memuaskan tentang faktor apa dan pertimbangan yang mana yang sebenarnya menyebabkan awal mulanya peningkatan investasi yang mendorong kegiatan ekonomi ke tahap ekspansi. Sebaliknya, apa sebabnya volume dan tingkat investasi itu pada suatu waktu akan menurun ?
Dalam teori Tugan-Baranowski investasi meningkat karena didorong terutama oleh pihak yang memiliki atau menguasai dana yang sedang bertambah. Pihak terakhir itu mencari peluang untuksaluran investasi (investment outlet) dan berhasrat memberi pinjaman.
Akan tetapi dalam kerangka pemikirian ini kurang diperhatikan bahwa selain dorongan dari pihak pemilik dana modal, mungkin sekali juga ada semacam pull, sikap hasrat dari pihak pengusaha untuk menarik dan mengerahkan dana modal. Satu sama lain karena pertumbuhan ekonomi yang meningkat, atau meluasnya pasaran karena penduduk bertambah dengan pendapatannya meningkat, ataupun (mungkin yang paling penting) karena perkembangan teknologi yang baru.
Penjelasan Tugan-Baranowski mengenai kendala terhadap berlangsungnya investasi ialah karena pada suatu tahap sumber dana pembiayaan menjadi semakin langka dan dilakukan pembatasan atau pengurangan kredit oleh pihak perbankan. Hal tersebut menyebabkan investasi menurun. Akan tetapi tidak disebut oleh Tugan-Baranowski tentang kemungkinan semakin langkanya kesempatan untuk menyalurkan dana ke dalam investasi karena oleh pihak pengusaha dianggap sudah kurang menarik. Atau dengan menggunakan istilah “modern” (Keynes) karena menurunnya efisiensi marginal dari investasi modal.
Segi permasalahan yang diungkapkan di atas mengenai sebab utama baik menaik-menurunnya (hasrat) investasi dirasakan sebagai kekurangan pokok dalam analisis Tugan-Baranowski.
Arthur Spiethof, dengan bukunya Krisen dalam Handwörterbuch der Staatswissenschaften (1925) seorang pakar ekonomi bangsa Jerman melengkapi dan memantapkan kerangka dasar pemikiran yang sebelumnya diletakkan oleh Tugan-Baranowski. Hal itu menyangkut satu bagian yang penting yang justru belum terampung secara memuaskan oleh Tugan-Baranowski, yakni segi permintaan (akan dana modal) untuk investasi dalam pembuatan barang modal tetap. Dalam gagasan Tugan-Baranowski gerak menaik-menurunnya kegiatan ekonomi berkaitan dengan tersedianya atau terbatasnya dana pembiayaan; jadi, dari pihak pasok dana modal.
Sebaliknya Spiethof menitikberatkan pada peran investasi yang bersumber dari pihak permintaanakan dana investasi untuk digunakan dalam produksi barang modal tetap. Spiethof sendiri memang beranggapan bahwa pemikirannya dan pemikiran Tugan-Baranowski saling melengkapi. Tugan-Baranowski menekankan faktor dorongan (push) yang datang dari pihak pemilik atau pengelola dana untuk mencari peluang saluran investasi. Sedangkan Spiethof lebih mementingkan adanya daya tarik(pull) dari pihak para usahawan yang terwujud pada permintaannya akan dana modal untuk investasi produksi barang modal.
Tahap ekspansi dan tahap depresi dalam siklus ekonomi bersangkutpaut dengan meningkatnya dan berkurangnya produksi barang modal tetap. Bisa saja perkembangan tersebut disertai oleh banyaknya atau langkanya sumber dana pembiayaan. Namun, hal itu adalah sekunder. Tahap ekspansi berawal dari perkembangan teknologi (penemuan-penemuan baru) dan/ ataupun oleh pembukaan kawasan-kawasan teritorial baru, baik dalam benuanya sendiri atau di belahan-belahan lainnya di dunia.
Satu sama lain menciptakan peluang bagi produksi barang modal sehingga menimbulkan permintaan akan dana modal untuk digunakan sebagai investasi dalam produksi barang modal yang bersangkutan. Kegiatan ekspansi kemudian semakin meluas dan menuju ke tingkat yang tinggi. Pada tingkat inilah peluang-peluang untuk investasi baru menjadi semakin terbatas; tambahan pada barang modal kurang ada gunanya dan secara ekonomis menjadi kurang menarik.
Dengan istilah “modern” (Keynes-Hansen) pada tahap itu hal efisiensi marginal dari (investasi) modal sudah menurun. Memang kemungkinan besar bahwa di sisi lain pada saat tersebut sumber dana pembiayaan juga semakin berkurang. Namun faktor yang lebih menentukan ialah pertimbangan dan minat yang semakin menurun pada pihak usahawan untuk menggunakan dana modal karena peluang investasi sudah menjadi terbatas dan investasi baru kurang menarik dalam imbalan jasanya.
Dalam tahap depresi berlangsung akumulasi dalam sumber dana pembiayaan yang semakin bertambah. Akhirnya dikala kegiatan ekonomi sudah berada pada tingkat yang rendah, maka akan ada dorongan dari pihak pemilik/ pengelola dana untuk menyalurkan dana itu dengan mencari berbagai peluang investasi. Dengan tersedianya banyak dana modal, tingkat bunga juga menurun. Namun, hal itu belum menjamin bahwa investasi riil dengan sendirinya akan meningkat secara berarti. Untuk itu harus ada perangsang khusus bagi pengusaha/ calon investor untuk melakukan investasi secara besar-besaran dalam produksi barang modal. Perangsang yang dimaksud lazimnya timbul dengan penemuan-penemuan baru dalam perkembangan teknologi dan/ atau dengan perluasan pasar, baik di wilayahnya sendiri maupun dengan membuka/ menguasai/ merebut kawasan-kawasan geografis baru dalam benua-benua lain.
Perkembangan dalam tahap akhir ekspansi dikala kegiatan ekonomi sudah mendekati titik baliknya menjurus ke resesi dan depresi, sering dipertajam oleh gerak-gerik spekulasi yang berlebihan yang disertai oleh goncangan harga. Sementara itu, dibawah permukaan gejala spekulasi dan goncangan harga, sebab-musabab mendasar bagi menaik-menurunnya kegiatan ekonomi berkisar pada dua faktor yang telah disebut tadi : (1) permintaan akan (investasi) barang modal riil menjadi inelastis, disertai oleh (2) persediaan dana modal menjadi langka.
Dalam kerangka pemikiran Tugan-Baranowski nampaknya akumulasi dana dianggap berlangsung secara tetap/ konstan. Akumulasi dana tersebut semakin didorong ke berbagai saluran investasi dalam produksi riil barang modal.
Di pihak lain, permintaan untuk investasi tidak berjalan secara reguler atau konstan. Dikala ekspansi semakin meningkat, permintaan untuk investasi melampaui persediaan dana yang relatif menjadi langka. Ketimpangan tersebut menjadi kendala terhadap berlangsungnya investasi sehingga perkembangan akan berbalik menjadi resesi dan depresi.
Dalam pandangan Spiethof, justru dipersoalkan apa sebabnya permintaan untuk investasi tidak berjalan secara mulus, sehingga penyaluran dana juga tidak lancar. Penjelasan Spiethof ialah karena permintaan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yang memang dalam sifatnya tidak pernah berjalan secara reguler, yaitu perkembangan teknologi dan pembukaan kawasan geografis-teritorial yang baru. Karena kedua faktor tersebut tidak reguler, terjadilah fluktuasi (perubahan menaik-menurun) pada perminaan akan investasi. Fluktuasi pada investasi itu menyebabkan gerak kegiatan ekonomi secara bergelombang : investasi merupakan faktor dinamika dalam siklus ekonomi.

5.        Investasi, Tekhnologi, Inovasi; Peranan Entepreneur : Joseph  A. Schumpeter ( 1883 – 1950)
Joseph Schumpeter, dengan bukunya Theorie der Wirischafilichen Eniwicklung ( 1912), terjemahan dalam bahasa Inggris Theory of economic Development( 1934 ); Business cycles, 2 Vols ( 1939);History of Economic Analysis (1954), kelahiran bangsa Austria, mula-mula pakar di pusat ilmu ekonomi di Wina yang terkenal pada akhir abad XIX dan selama beberapa dasawarsa abad XX ini (dikenal sebagai mazhab Austria). Kemudian dalam dasawarsa ’30 sebelum peter, bersama banyak ilmuwan terkemuka di berbagai bidang ilmu pengetahuan, meninggalkan eropa sehubungan dengan perkembangan politik menjelang  Perang Dunia II. Schumpeter  pindah ke Harvard University, Amerika Serikat, di mana oa menjadi salah seorang pengajar dan pemikir ekonomi utama yang sangat menonjol sampai wafatnya di tahun 1950
Schumpeter adalah seorang ilmuwan besar dengan cakrawala pandangan luas yang tidak terbatas pada bidang ekonomi, melainkan mencakup ilmu – ilmu filsafah, sejarah, sosiologi, sastra, statistic. Satu sama lain sangat menonjol dalam pendekatannya terhadap masalah – masalah ekonomi. Pandangaanya didasari oleh pemikiran filsafah yang mendalam dan ditandai oleh paduan antara pangkal – pangkal haluan ekonomi-sosiologi-sejarah-statistik. Karya-karya ilmiah Schumpeter di bidang ekonomi meliputi teori pembangunan, teori siklus ekonomi, tinjauan sejarah pemikiran ekonomi, studi perbandingan berbagai system ekonomi, dsb. Sebagai pakar ekonomi arti dan bobot Schumpeter adalah setingkat dan sejajar dengan John Maynard Keynes.
Tinjauan kita disini dipusatkan dan dibatasi pada serangkaian pemikiran Schumpeter yang menyangkut siklus ekonomi.Gagasan Juglar dan kerangka landasan analisis Spiethof dikembangkan lebih lanjut oleh Schumpeter, dan disempurnakan serta dilengkapi oleh sebuah konsep baru dalam kajiannya tentang hakikat dan sifat gerak gelombang dalam proses ekonomi. Konsep baru yang dimaksud mencakup inovasi ( Innovation;dalam bahasa asli Schumpeter sedianya digunakan istilahneue Kombinationen) dan peranan entrepreneur yang menjadi factor penggerak inovasi.
Fenomena gelombang menaik dan menurun dalam perkembangan ekonomi ada sangkut pautnya dengan pasang-surutnya arus inovasi. Paham inovasi itu harus dibedakan dari hal penemuan tekhnik baru ( yang disebut sebagai invention). Pengertian kata innovation adalah lebih luas. Menurut definisi  Schumpeter inovasi  mengungkapkan perkembangan fungsi produksi ( production function) yang baru sana sekali, dalam arti tersusunya suatu kombinasi baru ( neue kombinationen) dalam penggunaan factor – factor produksi—baik secara kuantitatif maupun kualitatif – dalam proses produksi. Pengertian inovasi tidak hanya mencakup tekhnik produksi yang baru, melainkan juga jenis  komodity baru ataupun bahan material yang baru dalam produksi, organisasi usaha yang baru, pembukaan pasaran yang baru. Boleh dikatakan, seakan- akan inovasi mencerminkan suatu “loncatan” dari fungsi produksi yang lama ke fungsi produksi yuang baru. Kurva tingkat biaya marjinal tidak berlaku lagi ( menjadi using), dengan adanya kurva yang baru yang berkaitan dengan terselenggaranya suatu inovasi. Dengan kata lain, inovasi berarti suatu pergeseran (shift) pada produktivitas marginal.
Bahwasannya dalam keadaan tertentu secara potensial ada kemungkinan ataupun peluang untuk inovasi bukanlah berarti bahwa proses dan usaha inovasi dengan sendirinya akan terwujud dalm kegiatan praktis-operasional. Disinilah munculnya arti dan peranan entrepreneur ( wirausaha) dalam gerak kegiatan  ekonomi yang ditandai oleh adanya arus inovasi baru dalam perkembangan nya. Penemuan – penemuan baru dalam bidang teknologi pada dirinya belum menyebabkan tumbuhnya ekspansi dengan kegiatan ekonomi yang miningkat dan meluas. Inovasi hanya terjadi dengan peranan dan perilaku sekelompok oknum usahawan yang mempunyai cirri kepeloporan yang khas dalam pengelolaan usahanya, sehingga mereka itu tergolong kedalam kelompok wirausaha. Kelompok yang dimaksud sangat terbatas dalam jumlahnya, dalam keadaan apapun dan di zaman apapun .
Tabiat dan sifat seseorang wirausaha ialah kemampuan nya, kecerdasaannya dan keberaniannya yang di topang oleh ketetapan hatinya dan keteguhan jiwanya untuk melancarkan usaha yang serba baru dengan melihat kepada kemungkinan – kemungkinan potensial di masa depan dan berhasil menjelmakannya menjadi kenyataan efektif.
Hanya segelintir oknum manusia yang jumlahnya sedikit  sekali di antara kalangan pengusaha yang memiliki cirri – cirri khas serupa itu. Selain itu, Para wirausaha juga harus berhasil untuk mengerahkan dana modal secara besar-besaran guna menunjang rencana usahanya . Hal ini bukan sesuatu yang mudah, karena biasanya pihak banker, finansir, dan calon investor bersikap skeptic dan ragu – ragu terhadap setiap sesuatu yang bercorak baru, yang sebelumnya belum cukup dikenal.
Harus diperhatikan bahwa dalam alam pikiran Schumpeter pengertian wirausaha itu berlainan sekali dan harus di bedakan dari pengertian ‘pengusaha’. Keunggulan seorang usaha terletak pada sikap jelinya atas kemungkinan potensial yang terbayang dalam perkembangan masa depan, kemudian mampu merintis dan mengatur inovasi ( menempuh pola baru dalam penggunaan sumber dana dan daya produksi dalam suatu kombinasi optimal yang baru pula). Sehingga, segal sesuatu itu menjadi  realitas dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Pengaturan dan penyelenggaraan inovasi dengan sendirinya mengandung banyak resiko dan ketidakpastian. Di sinilah menonjol segi yang amat penting pada peranan dan tanggung jawab seorang wirausaha.Sebab, dalam hubungan ini harus dibedakan pula secara tajam antara resiko ( risk) dan ketidak pastian .resiko adalah sesuatu yang biasa dihadapi dan dialami dalam dunia usaha dan pengusahaan.tetapi resiko dapat ditampung melalui asuransi dan hal itu juga sudah lazim dilakukan dalam kelembagaan asuransi. Sehingga dengan begitu risiko dapat diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya usaha.lain halnya dengan segi ketidakpastian, tidak dapat ditampung dalam asuransi, karena biasanya lembaga – lembaga asuransi itu tidak bersedia menampung hal-hal yang mirip dengan perkembanmgan yang tidak pasti.
Factor ketidakpastian itulah yang seluruhnya harus dipikul oleh wirausaha. Wirausaha menjadi penanggung jawab akhir .kalau ketidak pastian itu ternyata dapat ditanggulangi dan teratasi dan inovasi yang deselenggarakan wirausaha berhasil, maka hasil usahanya sangat besar. Sebaliknya jika usahanya mengecewakan, maka segala akibatnya ( sampai keruntuhan sekalipun) adalah tanggung jawab wirausaha.
Pada mulanya yang muncul bergerak hanya  terbatas pada seorang atau sekelompok kecil wirausaha yang menyelenggarakan inovasi usaha dan juga dapat meyakinkan pihak banker/finansir/calon investornya untuk memberikan dukungan dengan penyediaan sumber dana pembiayaan yang cukup besar.kelak begitu kelihatan bahwa usaha kelompok wirausaha itu menunjukkan kemajuan dengan hasil usaha yang nyata, biasanya jejak langkah wirausaha itu serentak diikuti oleh sejumlah banyak pengusaha yang secara berbondong – bonding berminat untuk berkecimpungan dalam bidang usaha yang serupa.
Pengusaha gelombang kedua biasanya tidak mengalami banyak kesulitan untuk mendapat bantuan dana berupa pinjaman bank dan/atau kesediaan calon investor untuk ikut serta dalam modal saham usaha. Sebab, pada tahap itu tampaknya pihak pemilik/pengelola dana sudah lebih tenteram dan merasa lebih aman untuk menyalurkan dananya ke bidang usaha yang bersangkutan.
Fenomena  tersebut, yaitu gerak prakarsi yang diperkasai oleh wirausaha atau sekelompok wirausaha dan berikut disusul oleh sejumlah banyak pengusaha secara berbondong-bondong, satu sama lain secara bersama  menjadi  tahap ekspansi dalam siklus ekonomi.
Kejadian-kejadian inovasi tidak berlangsung menurut suatu pola yang kontinu dan regular. Justru terdapat diskontuinitas dalam munculnya inovasi disertai oleh gerak kegiatan ekomnomi yang meningkat dan meluas sebaliknya perkembangan yang bersangkutan sewaktu-waktu bias menjadi tersendat-sendat.
Gerak  kegiatan usaha sewcara missal itu berlangsung secara kumulatif. Iklim usaha dan suasana umum ekonomi masyarakat menjadi semakin optimis dan mendorong laju ekspansi secara berlebihan sehingga perkembangan ekonomi mencapai titik baliknya dan berubah menjadi resesi dan depresi.
Terdapat prbedaan pandangan antara Schumpeter  disatu pihak dan Spiethof – Tugan Baranomski dipihak lain mengenai sumber awalnya tahap ekspansi maupun mengenai sebab dan sifayt berakhirnya ekspansi.
Dalam hubungan ini, Schumpeter mendukung pendapat Juglar yang mengatakan bahwa sebab utama timbulnya resesi dan depresi adalah perimbangan-perimbangan keadaan yang sebelumnya sudah terkandung di dalam ekspansi dan prosperity.
Dalam penfsiran Schumpeter, hal itu berarti tidak lain dari tahap depresi yang merupakan suatu reaksi dari suatu tat susunan ekonomi terhadap kegiatan ekspansi yang dalam perkembangannya ditandai oleh berbagai rupa ketimbangan. Dengan kata lain, suatu proses adaptasi terhadap ketimbangan-ketimbangan keadaan (beserta ketimpangannya)yang tercipta seelumnya dalam tahap ekspansi.
Suatu inovasi yang disertai gerak  kegiatan usaha secara missal  bagaimana pun juga dirasakan sebagai semacam kejutan dan gangguan  terhadap keadaan yang sedang berlangsung. Serangkaian kejutan san gangguan tidak jarang menggoyangkan  kerangka susunan ekonomi yang berlaku dan memaksa adanya proses adaptasi(perubahan yang bersifat penyesuaian). Depresilah yang dalam siklus ekonomi menjadi tahap berlangsungnya adaptasi yang  dimaksud.
Sejarah ekonomi modern sejak zaman kapitalisme industry senantiasa  ditandai oleh goncangan-goncanagan yang mengganggu struktur ekonomi yang berjalan. Terlaksannya inovasi dalam perkembangan ekonomi tidak segera mewujudkan keadaan ekuilibrium yang daru. Proses penyesuaian memerlukan waktu. Dalam perkembangan ekspansi banyak hal yang baru yanga diterapkan dan harus diserap kedalam system ekonomimasyarakat. Tetapi dalam proses serupa itu juga terjadi banyak likuiditas usaha.
Resesi menjurus ke depresi dikala kekuatan-kekuatan mengarah ke ekuilibrium(baru)tidaka sekuat serangkaian factor gangguan terhadap kostelasi (kerangka perimbangan-perimbangan keadaan)ekonomi yang berlangsung.
Masa depresi dapat ditafsirkan sebagai tahap sebagaimana sedang berjalan akomodasi terhadap situasi ekonomi industry yang baru. Situasi baru itu pada hakikatnya merupakan akibat dan konsekuensi dari inovasi-inovasi yang sebelumnya terselenggarakan dalam tahap ekspansi, sedangkan inovasi-inovasi itu sering dirasakan sebagai kejadian-kejadian yang timbul secara tiba-tiba. Dalam proses adaptasi dan akomodasi yang dimaksud diatas, tidak dapat dihindarkan reorganisasi dalam struktur produksi dan pendapatan maupun dalam, pembentukan harga. Satu sama lain harus disesuaikan pula dengan perubahan-perubahan yang menyangkut pola tingkat permintaan.
Pola perkembangan keasaan serupa itulah yang merupakan inti pokok sesuatu periode depresi. Dalam proses yang bersangkutan dialami banyak goncangan, kerugian, rintangan, bahkan kesengsaraan.
Kelangsungan depresi akan mencapai suatu tahanp dimana kegiatan ekonomi berada pada tingkat yang sangat rendah dan dalam keasaan yang tertekan.pada tahap itu juga terjadi akumulasi kekuatan-kekuatan produktif beserta akumulasi dan modal yang tersedia tetapi tidak digunakan. Keadaan tersebut pada gilirannya menguntungkan untuk mealakukan inovasi berdasrkan komninasi baru yang lebih optimal dalam penggunaan sumberdaya produktif dan dana modal.
Pandangan schumpeter mengenai gerak gelombang kegiatan  ekonomi yang intisarinya di ungkap di atas pada asasnya merupakan suatu teori siklus ekonomi yang didasarkan atas serangkaian dinamika yang bersifat endogen. Sebab dalam kerangka pemikirannya factor-faktor kekuatan yang menyebabkan naik turunnya kegiatan ekonomi secara bergelombang seakan-akan inherent (melekat)  di dalam tat susuna ekonomi. Artinya tata susunan  didalam dirinya sudah mengandung factor-faktor dinamikanya.
Dinamika yang dimaksud berkaitan dengan kekuatan yang terletak pada inovasi dan peran wirausaha. Dalam perkembangan ekonomi, suatu waktu muncul kelompok-kelompok wirausaha yang mengerahkan inovasi dan yang selanjutnya membawaperubahan dalam kontelasi ekonomi. Dengan kata lain, dalam kerangka garis pemikiran ini peran wirausaha dan inovasi dianggap sebagai factor dinamika yang sudah terkandung dan melekat didalam tat susunan ekonomi masyarakat.
Menurut hemat penulis, disni terdapat suatu kelemahan dalam gagsan Schumpeter.  Betapun kerangka  susunan pemikiran Schumpeter menakjubkan dalam kekuata menalarnya dan luas sudut pandangnya, gerak gelombang dalam perkembangan ekonomi bukan hasil atau akibat semata-mata dari peran wirausah san inovasi(disertai investasi sebesar-besarnya) yang seolah olah melekat pada suatu  organisme ekonomi. Satu sama lain harus dilihat dalam rangka perubahan structural yang lebih luas, tidak hanya dalam hal teknologis ekonomis, melainkan dalam seluruh masyarakat sekitar secara multidimensional. Factor-faktor yang bersumber dari luar tat susunan ekonomi sering dominan dampaknya terhadap pola dan arah perkembangan ekonomi, khusunya bila dilihat sebagai gerak kecenderungan jangka panjang(gelombang kondratif).
Sejarah prekonomian dunia baik yang menyangkut perekonomian Negara-negara yang dewasa ini maupun perekonomian Negara-negara yang kini sedang membangun, menandakan betapa perkembangan dibidang ekonomi  selalu mendapat stimulans atau dorongan ataupun juga gangguan dari serangkaian factor yang bersifat eksogen. Kekuatan-kekuatan eksogen itu sangat mempengaruhi, kadang-kadang menentukan, konstelasi ekonomi dalam kelangsungannya. Dalam proses tersebut terjadi suatu interaksi antara dinamika eksogen dan dinamka endogen . perbedaan interaksi  yang dimaksud tadi antara factor dinamika eksogen dan factor dinamika endogen dalam perbedaan ekonomi tidak atau kurang menonjol  dalam pandangan Schumpeter.
6.        Peranan Perilaku Konsumen Dalam Siklus Ekonomi – Albert Aftalion (1874- ?)
Albert Alfation, dengan bukunya  les crises periodiques de surproduction, 2 vols. (1913) adalah seorang pakar ekonomi bangsa Perancis. Ia melakukan sejumlah studi empiris mengenai perkembangan harga, upah, tingkat bunga, laba, biaya produksi dan produktivitas. Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitiannya, dalam siklus ekonomi yang menyangkut produksi barang konsumsi, bahan baku dan barang modal.
Dalam perkemnangan pemikiran dalam siklus ekonomi, aftalion sangat sipengaruhi oleh Tugan – Baranowski dan Spiethof. Alfation mendukung pendapat Tugan – Baranowski dan Spiethof yang mengatakan bahwa naik turunnya kegiatan ekonomi dalam masyarakat ditandai oleh fluktuasi pada produksi barang modal tetap. Akan tetapi aftalion berbeda pendapat mengenai sebab yang mendasari fluktuasi yang dimaksud. Ia tidaka setuju dengan anggapan bahwa fluktuasi  pada investasi barang modal ditentukan oleh tersediannya volume dana modal yang penempatannya hendak disalurkan kedalam investasi riil. Sebagaimana hal itu diungkap sebagai tema pokok dalam analisis Tugan – Baranowski dan sebagai segi pelengkap dalam gagasan Spiethof.
Pokok pendirian Aftalion adalah bahwa fluktuasi investasi ditentukan oleh dinamika yang bersumber pada perubahan permintaan konsumen.Keputusan untuk mengadakan investasi didasarkan atas ekspektasi  para pengusaha. Ekspektasi tersebut berkaitan dengan permintaan yang datang dari pihak konsmen. Nilai harga barang modal diperoleh atau tersimpul dari nilai harga barang konsumsi yang dihasilkan oleh barang modal yang bersangkutan . dalam suatu pergaulan hidup, tujuan semua produksi pada asasnya adalah konsumsi. Perubahan akan permintaan pada barang modal hanya dapat dijelaskan dalam hubungannya dengan factor-faktor pada kebutuhan konsumen dan permintaan yang timbul dari kebutuhan konsumen itu.
Berakhirnya tahap kegiatan ekspansi bukanlan disebabkan oleh dana modal pembiayaan yang semakin langka. Tahap ekspansi akan berakhir menurut Aftalion, oleh karena itu jumlah konsumsi sudah demikian banyak sehingga permintaan konsumen sudah menjadi jenuh. Berkurangnya permintaan akan barang konsumsi pada gilirannya akan mengurangi hasrat dalam dunia usaha untuk membuat peralatan modal yang baru. Jadi, berkurangnya permintaan akan produk akhir akan mengurangi dan akhirnya menghentikan produksi barang modal tetap.
Semakin bertambahnya barang modal tetap, faedah yang diperoleh dari barang modal tersebut semakin cenderung menurun. Hal itu disebabkan oleh dua hal yaitu :
1. Saat jumlah barang modal bertambah, semakin berkurang juga kemungkinan untuk menggantikan factor-faktor produksi lainnya oleh peralatan modal.
2. Karena produksi barang konsumsi semakin bertambah, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, maka nilai barang-barang konsumsi menjadi menurun dibandingkan dengan biayaproduksi dalam pembuatan barang modal.
Faedah marginal barang-barang konsumsi menurun disebabkan oleh semakin besarnya penawarannya. Harga barang konsumsi menurun dan dengan begitu menurun pula nilai peralatan modal yang menghasilkan barang konsumsi, dibandingkan dengan biaya barang modal yang bersangkutan. Faedah maginal barang konsumsi jatuh karenapersediaannya dan penawarannya terlalu berlebihan, dibandingkan dengan tingkat permintaan  yang ada dalam keadaan tertentu dan pada suatu tahap tertentu.
Dalam teori aftalion, diungkapkan adanya semacam gerak berirama dalam ekspektasi pada pihak para pengusaha yang terlibat dalam proses produksi. Kadang mereka terbawa oleh keadaan atau suasana terlalu optimis, kadang kala juga dihinggapi oleh persepsi dan perasaan terlalu pesimis.
Perubahan – perubahan pada ekspetasi  itu berkaitan dengan tekhnik produksi dalam masyarakat modern. Tekhnik produksi yang dimaksud didasarkan atas penggunaan peralatan barang modal tetap.Produksi dan konstruksi barang modal tu memakan waktu, dari bulanan sampai tahunan. Gerak berirama dalam ekspektasi tadi dari optimis menjadi pesimis dan sebaliknya, ada sangkut pautnya dengan factor jangka waktu dalam proses produksi.
Selain itu, sekali peralatan barang produksi itu terpasang, maka usia dan masa kerja barang modal tersebut juga bisa bertahan selama masa waktu yang agak panjang
Kerangka pemikiran aftalion mengandung tiga cirri pokok yang berkaitan dengan sifat dan tekhnik produksi dalam industry  zaman modern :
1)        Jangka waktu yang diperlukan dalam perancangan, pembuatan, dan konstruksi barang modal tetap. Hal ini menyulitkan penyesuaian penawaran barang modal dengan permintaan akhir ( final demand) yang berubah dalam jumlahnya maupun dalam sifat coraknya.
2)        Sekali peralatan barang modal sudah terpasang, barng modal itu bisa bertahan lama, dalam arti tekhnis kapasitas kerjanya. Factor ini juga bisa memperpanjang depresi.Akhirnya peralatan modal menjadi using sehingga kapasitas produksi dalam masyarakat menurun
3)        Fluktuasi yang mungkin relative kecil pada permintaan akan barang konsumsi akan menyebabkan adanya fluktuasi yang lebih besar dan lebih luas pada permintaan akan brang modal.
Kini kita lihat bahwa dalam kerangka analisis Aftalion sudah terungkapkan apa yang kita kenal dalam teori modern sebagai asas acceleration. Asas tersebut berkaitan dengan “ Permintaan secara tidak langsung” , yaitu, permintaan akan barang modal secara tidak langsung diperoleh dari permintaan akan barang konsumsi,principle of derived demand.
Pendapat mengenai fluktuasi pada investasi yang bersumber dari fluktuasi pada permintaan konsumen merupakan sumbangan pikiran Aftalion yang orginal dalam perkembangan teori siklus ekonomi. Dalam -hubungan ini pula pendapat aftalion berbeda sekali dengan pandangan Tugan-Baranowski dan Spiethof. Kedua pakar yang disebut terakhir ini menunjuk pada peran utama investasi sebagai sumber awal fluktuasi dalam siklus ekonomi.
Dalam analisis Aftalion disebutkan sebagai factor yang mempengaruhi perubahan dalam kebutuhan masyarakat (konsumen) dan perubahan permintaan efektif di pasar ialah yang dinyatakan berikut ini.
1)        Pertambahan penduduk menambah kebutuhan dan keinginan untuk memperoleh barang konsumsi dalam jumlah yang lebih banyak dan beraneka ragam. Permintaan yang meningkat dan meluas akan barang konsumsi berkenaan dengan pertambahan penduduk menciptakan permintaan yang lebih besar akan barang modal.
2)        Bertambahnya kebutuhan masyarakat konsumen ada kaitannya juga dengan penemuan – penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kemajuan dalam teknik produksi. Hal itu meningkatkan produktivitas dan daya beli dalam masyarakat. Selera golongan konsumen di satu pihak dan produksi  untuk memenuhi selera tersebut  di pihak lain mencakup sejumlah barang dalam berbagai jenis dan ragam yang meluas . sehubungan dengan itu, permintaan dan produksi barang modal melibatkan perancangan, kegiatan rekayasa, dan pembanguna pabrik-pabrik beserta perangkat peralatannya yang semuanya bisa menjadi sangat kompleks. Dalam kegiatan itu, adanya permintaan pasar akan produksi – produk jenis baru dan beraneka rupa menciptakan permintaan yang besar sekali terhadap  barang modal.
3)        Segi penting sekitar permintaan konsumen ialah bukan hanya meningkatnya permintaan, melainkan juga pergeseran di dalam pola dan komposisi permintaan itu. Dengan pergeseran yang dimaksud ialah adanya perubahan pada sifat dan corak permintaan terhadap barang-barang konsumsi walaupun volume dan tingkat permintaan itu mungkin tidak berubah dalam masyarakat  secara menyeluruh. Pergeseran serupa itu secara tidak langsung tetapi nyata juga mempengaruhi permintaan terhadap barang modal. Dampak suatu pergeseran dalam permintaan sama penting artinya dibandingkan dengan naiknya tingkat permintaan.
Dalam masyarakat industry modern, proses dan tekhnik produksi melibatkan penggunaan peralatan barang modal dalam skala besar dan kompleks. Perubahan pada permintaan konsumen menyebabkan terjadinya perubahan yang lebih besar lagi dalam produksi barang modal. Satu sama lain mengandung ramifikasi ( akibat pengaruh secara bercabang – cabang ) yang meluas terhadap kegiatan ekonomi masyarakat pada umumnya. Adanya kemampuan produksi untuk menambah jumlah dan jenis barang konsumsi secara esar-besaran juga mengandung akibat menurunnya  tingkat intensitas marginal pada kebutuhan, yang selanjutnya mempengaruhi  permintaan di pasar yang cenderung menurun,pada tahap itu terjadi fluktuasi dalam kegiatan ekonomi. Dalam keadaan tertentu, akan terjadi kelebihan relative mengenai barang konsumsi, sedangkan dalam perkembangannya berikutnya justru dialami kelangkaan.
Teori aftalion di dasarkan pada kecenderungan semakin menurunnya faedah marginal perihal barang konsumsi pada umumnya. Aftaliom menunjuk pada pengalaman empiris betapa sulinya untuk memelihara keadaan ekuilibrium dalam kontelasi ekonomi . perkembangan ekonomi senantiasa ditandai oleh oscillation ( goyangan keatas dan kebawah )yang mengitari keadaan ekuilibrium. Osilasi itu merupakan fenomena yang berkaitan dengan proses, tekhik dan sifat produksi dalam masyarakat modern. Khususnya hal itu menyangkut lamanya waktu yang diperlukan untuk pembuatan barang modal ( perancangan, rekayasa, konstruksi) dan panjangnya usia kerja perlatan modal setelah terpasang.bila terjadi goyangn osilasi di sekita equilibrium, maka akan terjadi  keadaan silih berganti antara kemakmuran dan tahap depresi, yang saling susul menyusul
Selain adanya osilasi  dalam perkembangan ekonomi, tekhnik, dan sifat produksi modern, juga mempengaruhi amplitude, jarak antara puncak gelombang dan garis titik rata-rata dari goyangan – goyangan. Faktor amplitudo  tersebut  menentukan panjang pendeknya masa prosperity dan depresi.
Fluktuasi permintaan tercermin pada harga dan laba, yang menimbulkan dorongan ataupun yang menjadi pengekang terhadap produksi. Ekspektasi mengenai permintaan dan produksi lazim didasarkan atas tingkat harga yang berlaku saat ini dan atas persepsi dan perkiraan tentang perkembangan masa akan dating. Akan tetapi permintaan dan harga yang berlaku sekarang merupakan indicator  yang sering kurang memadai, karena lamanya waktu pembuatan dan tahap kerja barang modal dal proses produksi. Perkiraan tentang perkembangan di masa dating mengandung banyak ketidak pastian, sedangkan penyesuaian dengan perubahan keadaan tidak dapat  dilaksanakan dalam waktu singkat.
Dari uraian diatas ternyata menyatakan bahwa asas permintaan secara tidak langsung (principle of derived demand) dan peranan acceleration sudah dikenal dalam karya Aftalion pada awal abad XX. Perubahan dan permintaan akan barang konsumsi menimbulkan perubahan yang lebih besar dan lebih meluas pada permintaan akan barang modal. Permintaan akan barang modal tidak hanya tergantung dari tingkat permintaan akan barang  konsumsi, melainkan juga dari cepat atau lambatnya bertambahnya permintaan. Dengan kata lain permintaan akan barang modal juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan pada permintaan  akan barang konsumsi.
Mungkin permintaan akan barang konsumsi masih saja bertambah, namun kalau laju pertambahan itu sudah menurun, maka permintaan akan tambahan netto pada barang modal mengalami penurunan secara absolute. Di kala permintaanakan barng konsumsi tidak bertambah lagi ( mengalami stagnasi), maka pada tahap ini tidak lagi dibutuhkan tambahan baru pada peralatan modal yang terpasang. Dalam keadaan itu, bagi industru pembuatan barang modal, tidak ada pekerjaan lagi, selain perawatan ataw pergantian peralatan modal yang sudah terpasang, sampai peralatan itu sudah menjadi usang / rusak.
Sementara itu, selama ekspansi berlangsung, kegiatan industry barang modal yang meningkat dan meluas pada dirinya juga menambah volume dan menaikkan tingkat konsumsi.
Dalam proses pembuatan barang modal, diberikan pekerjaan kepada tenaga kerja dalam jumlah yang lebih banyak. Hal itu meningkatkan permintaan akan barang konsumsi. Persediaan barang konsumsi dan peredarannya dalam masayrakat akan mengalami kelangkaan, kecuali jika produksinya dapat dinaikkan dengan segera. Untuk sementara, selalu ada masa peralihan ketika permintaan tidak terpenuhi dan harga barang naik.perkembangan ini semakin dirasakan pada tahap kapasitas produksiyang  terpasang sudah digunakan secara penuh. Dalam keadaan depresi, berlaku perkembangan yang sebaliknya, kapasitas peralatan modal yang terpasang tidak sepenuhnya digunakan, sehingga pengangguran terjadi pada industry barang modal. Hal ini mengurangi permintaan dan pembelian barang konsumsi, sehingga dirasakan adanya kelebihan relative mengenai barang konsumsi di pasar yang menyebabkan harga menurun. Pada gilirannya perkembangan ini membawa dampak yang lebih besar dan lebih luas lagi terhadap kegiatan industry modal.
Dalam kerangka anlisis dan landasan pemikiran Aftalion seperti dibentangkan diatas, maka pada tingkat pertama dan terakhir sebab fluktuasi dalam siklus ekonomi berasal dari perubahan pada permintaan terhadap barang konsumsi

Sumber : http://nanxsu.blog.com/2012/03/25/teori-tentang-siklus-ekonomi/

2. Pengangguran
Upaya perubahan struktural untuk meningkatkan produktivitas dan menciptakan kesempatan kerja sebagai usaha peningkatankesejahteraan penduduk seringkali tidak dapat menjangkau seluruh elemen penduduk itu sendiri. Kesempatan dan peluang yang dimiliki tiap penduduk tentu berbeda satu dengan lainnya. Demikian pula dalam proses pembangunan, masalah-masalah seperti kemiskinan danpengangguran merupakan ekses negatif dari pelaksanaan pembangunan seperti juga terciptanya kesenjangan sosial. Masalah pengangguran umumnya lebih banyak dicirikan oleh daerah perkotaan sebagai efek dari industrialisasi. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja, atau tidak mampunya pasar tenaga kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul sejumlah pekerja yang tidak diberdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan akibat tidak langsung dari supply (penawaran) tenaga kerja di pasar tenaga kerja melebihi demand (permintaan) tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta.
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat pengangguran terbuka umumnya didefinisikan secara konvensional sebagai proporsi angkatan kerja yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Ukuran ini dapat digunakan untuk mengindikasikan seberapa besar penawaran kerja yang tidak dapat terserap dalam pasar kerja di sebuah negara atau wilayah. Dalam sub bab ini, analisis pengangguran terutama berkaitan dengan pengangguran menurut kategori, provinsi, jenis kelamin, pendidikan, kelompok umur, daerah tempat tinggal, dan analisis pengangguran menurut beberapa negara. Secara umum, TPT perempuan selalu lebih tinggi dari pada TPT laki-laki, TPT perempuan tahun 2008 berada pada level 9,7 persen sedangkan TPT laki-laki berkisar antara 7,6 persen.
Sumber : file:///C:/Users/Gustian/Downloads/pengangguran%20(2).pdf

3. Inflasi dan Deflasi
A. Pengertian Inflasi

Banyak pengertian inflasi yang dapat kita jumpai pada beberapa sumber. Diantaranya:


v  Inflasi adalah kenaikan harga secara umum
Inflasi dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga, yaitu adanya kecenderungan bahwa harga barang meningkat secara terus-menerus.
v  Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi
v  Inflasi adalah suatu proses atau peristiwa kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum. 
Dikatakan tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan jenisnya. Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak barang lainnya yang justru naik harganya. Kenaikan satu dua barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang lainya.

Definisi Inflasi menurut para ahli :

Ekonom Parkin dan Bade
Inflasi adalah pergerakan ke arah atas dari tingkatan harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang tersebut.

Menurut Nopirin (1987:25)
Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama peride tertentu.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998: 578-603)
Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Rate of inflation (year t) = Price level (year t)- price level (year t-l)  rice level (year t-l)
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203)
1)      Kenaikan harga

Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi darpada harga periode sebelumnya.
2)      Bersifat umum

Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.
3)      Berlangsung terus menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.

B. Macam-Macam Inflasi


1. Berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya
Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya yaitu:
a)      Inflasi ringan

Inflasi ringan atau inflasi merangkak (creeping inflation)adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10% per tahun,inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan.
b)      Inflasi sedang

Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh ,mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
c)      Inflasi berat

Inflasi berat adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan.Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
d)     Inflasi liar (hyperinflation)

Inflasi liar adalah inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion).
2. Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
a)      Inflasi karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan (demand full inflation)

Inflasi ini merupakan inflasi yang disebabkan oleh besarnya permintaan masyarakat akan barang-barang. Permintaan total yang berlebihan biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

b)      Inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (
cost push inflation)

Inflasi ini terjadi karena adanya perubahan tingkat penawaran. Kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Jenis inflasi ini dibedakan menjadi dua :

Inflasi yang disebabkan karena kenaikan harga (price push inflation) karena kenaikan harga bahan-bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya OPEC menaikan harga minyak;
Inflasi yang disebabkan karena kenaikan upah (wages cosh inflation) misalnya karena kenaikan gaji pegawai negeri yang diikuti usaha-usaha swasta pula, maka harga-harga barang barang lain juga ikut naik.Biasanya inflasi karena kenaikan upah atau gaji sangat ditakuti karena akan bias menimbulkan inflasi secara berkelanjutan.Karena upah naik, harga-harga akan naik. Karena harga barang naik, maka upah harus dinaikkan dan ini kemungkinan akan terus berkelanjutan.
3. Inflasi Berdasarkan Asalnya
Inflasi dari segi asalnya dapat dibedakan sebagai berikut :
a)      Inflasi yang berasal dalam negeri seperti defisit anggaran belanja Negara yang terus menerus.

Dalam keadaan seperti ini biasanya pemerintah mengintruksikan Bank Indonesia mencetak uang baru dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pemerintah.Selain itu inflasi dari dalam negeri juga dapat disebabkan oleh adanya gagal panen dan sebagainya.
b)      Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).

Inflasi ini timbul karena adanya karena adanya inflasi dari luar negeri yang mengakibatkan naiknya harga barang-barang impor. Inflasi seperti ini biasanya banyak dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang yang notabene sebagian besar usaha produksinya mempergunakan bahan dan alat dari luar negeri yang timbul karena dari adanya perdagangan internasional.
4. Kondisi inflasi menurut Samuelson (1998:581), berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu
1)      Merayap {Creeping Inflation)

Laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
2)      Inflasi menengah {Galloping Inflation)

Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang arrinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya.
3)      Inflasi Tinggi {Hyper Inflation)

Inflasi yang paling parah dengan dtandai dengan kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja.

C. Penyebab Inflasi


Inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar.Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasi.
1). Teori Kuantitas

Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral.
Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar  dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
Teori ini hampir sama dengan teori kuantitas keduanya berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang yang beredar. Hal ini terlihat karena hubungan antara jumlah uang dan nilai uang,bila jumlah uang bertambah maka harga-harga akan naik.Ini berarti nilai uang menurun karena daya belinya menjadi rendah. Menurut teori kuantitas harga-harga adalah proporsi langsung dari jumlah uang yang beredar atau sering di tulis sebagai berikut.


P = k . M
Keterangan :
P : tingkat harga
k : proporsi tertentu
M : jumlah uang


Tokoh yang sependapat dengan teori kuantitas adalah Irving Fisher yaitu yang dikenal Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money).Beliau mengemukakan rumus untuk membuktikan bahwa jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli akan sama dengan jumlah uang diterima oleh penjual yaitu :


MV = PT
Keterangan :
M : Jumlah uang yang beredar
V : Kecepatan perputaran uang
P : Tingkat harga
T : Banyaknya transaksi

2). Teori Keynes

Teori Keynes memiliki pandangan bahwa yang paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi nasional adalah permintaan masyarakat (effective demand), hal ini terkait dengan produksi dan kapasitas produksi yang tersedia.Rendahnya kapasitas barang yang diproduksi berakibat harga barang menjadi naik,akibatnya timbul lagi inflasi.
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi  inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum  monetarist,  Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingg permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply  barang (inflationary gap menghilang)

3). Teori Strukturalis

Teori ini menitik beratkan pada Negara-negara yang sedang berkembang. Menurut teori ini yang mempengaruhi perekonomian ada dua hal penting yang dapat menimbulkan inflasi yaitu :
a)      Ketidakelastisan Penerimaan Ekspor.
Nilai ekspor tumbuh secara lamban di banding pertumbuhan sector-sektor lain.
Adapun penyebabnya yaitu :

Dipasar dunia,harga barang-barang ekspor dari negara tersebut semakin memburuk.
Produksi barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikan harga.
b)      Ketidakelastisan penawaran atau produksi Bahan Makanan di dalam Negeri.

Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan pendapatan per kapita.Hal ini menyebabkan harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk naiksehingga melebihi kenaikan harga barang-barang lain.Dampak yang ditimbulkan yaitu timbulnya tuntutan karyawan untuk mendapatkan kenaikan upah dan gaji.Naiknya upah dan gaji menyebabkan kenaikan ongkos produksi yang memacu kenaikan harga barang pula.
Inflasi dapat disebabkan oleh kombinasi dari empat faktor:

Persediaan Uang yang bertambah The supply of money goes up.
Supply dari barang yang berkurang
Permintaan terhadap uang tersebut menurun
Permintaan untuk barang – barang lain naik. (Donny S. Makalew)
D. Pengaruh Inflasi

Inflasi dapat menyebabkan prekonomian tidak berkembang secara normal. Dalam kaitanya dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dapat membawa pengaruh sebagai berikut :
a)         Inflasi mendorong penanaman modal spekulatif

Pada saat inflasi, para pemilik modal cenderung melakukan investasi spekulatif,misalnya dengan cara membeli tanah,rumah,atau menyimpan barang-barang berharga yang lebih menguntungkan bila dibandingkan melakukan investasi produktif yang belum tentu akan memberikan kontribusi positif untuk selanjutnya.
b)        Inflasi menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan.

Inflasi akan semakin berkembang bila tidak di kendalikan. Gagal mengendalikan inflasi akan menimbulkan ketidakpastian ekonomi serta sulit di ramalkan sehingga akan dapat mengurangi kegairahan pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.
c)         Inflasi menimbulkan masalah neraca pembayaran

Inflasi menyebabkan harga barang-barang impor lebih murah bila dibandingkan dengan harga barang produksi dalam negeri.Maka impor berkembang lebih cepat,tetapi ekspor akan bertambah lambat.Dengan demikian arus modal ke luar negeri akan lebih banyak dari pada yang masuk ke dalam negeri.Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya defisit neraca pembayaran dan kemerosotan nilai mata uang dalam negeri.

E. Akibat Inflasi


Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Secara singkat dapat di pilah akibat buruk dari inflasi tersebut.

1. Kesenjangan Distribusi Pendapatan

Dalam keaadaan inflasi nilai harta tetap seperti tanah, rumah, bangunan, pertokoan dan sebagainya akan mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga tersebut seringkali lebih cepat dari kenaikan inflasi itu sendiri. Sebaliknya pendapatan riil penduduk berpengahasilan rendah merosot. Dengan demikian maka inflasi memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan antara anggota-anggota masyarakat.
2. Pendapatan Riil Merosot

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Dari hal tersebut biasanya dalam masa inflasi kenaikan harga cenderung selalu mendahului kenaikan pendapatan.Dengan demikian inflasi cenderung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil sebagian besar tenaga kerja.Ini berarti kemakmuran masyarakat merosot.
3. Nilai Riil Tabungan Merosot

Bagi masyarakat yang menyimpan sebagian kekayaannya dalam benatuk deposito dan tabungan di Bank, dalam masa inflasi nilai riil tabungan tersebut akan merosot, tidak hanya itu masyarakat yang memegang uang tunai pun akan dirugikan karena penurunan nilai riilnya. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
4. Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), 

inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
5. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. 

Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

F. Cara Mengatasi Inflasi

Inflasi merupakan penyabab keresahan masyarakat dan mengakibatkan kekhawatiran pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat dihapuskan sama sekali.
Inflasi ada yang disahkan (validated),yaitu inflasi yang dibiarkan secara terus menerus karena pemerintah mengizinkan penambahan suplai uang misalnya karena defisit anggaran dengan mencetak uang baru.Jika inflasi yang yang terjadi tidak disertai dengan kenaikan suplai uang ,maka inflasi itu disebut inflasi yang tidak disahkan.
Inflasi dapat menguntungkan orang lain,sehingga menimbulkan ketegangan social.Oleh sebab itu,tiap-tiap Negara berusaha menghindari inflasi dengan melakukan kebijakan-kebijakan.Untuk mengatasi inflasi Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen — salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian — akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Secara umum terdapat dua kebijakan yang dilakukan untuk menekan laju inflasi diantaranya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah tindakan atau kebijakan yang diambil oleh penguasa moneter biasanya bank sentraluntuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar yang pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Ada beberapa macam kebijakan moneter yaitu :
a)      Politik Diskonto

Politik diskonto (discount policy) adalah politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat bunga.Dengan menaikan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di Bank dari pada menjalankan investasi.Sebaliknya,Bank sentral akan menurunkan suku bunga jika timbul deflasi (yang akan dibahas lebih dalam pada halaman berikutnya).Dengan diturunkannya suku bunga diharapkan masyarakat akan menarik uangnya dari bank karena bunga tidak memadai.
b)      Kebijakan Pasar Terbuka

Untuk memperkuat politik diskonto,kebijakan lain juga di jalankan yaitu dengan politik pasar terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual surat-surat berharga.Dengan membeli surat-surat berharga di harapkan uang yang beredar di masyarakat bertambah,selanjutnya bila apabila dengan menjual surat-surat berharga diharapkan uang beredar di masyarakat dapat tersedot dari masyarakat.
c)      Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy)

Bank sentral pada umumnya menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
d)     Perubahan Cadangan Minimum

Perubahan cadangan minimum yang dimiliki oleh bank-bank umum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar.Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan ,jumlah uang yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan jumlah uang yang beredar cenderung turun.
2. Kebijakan Fiskal
a)      Pengaturan Pengeluaran Pemerintah

Pengaturan pengeluaran sangat perlu di lakukan. Dalam hal ini diharapkan penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencaan.Kalau pembelajaan Negara melampui batas yang telah ditentukan akan mendorong terjadinya pertambahan uang yang beredar begitu juga sebaliknya.
b)      Menaikan Tarif Pajak

Saat terjadi inflasi uang beredar lebih banyak.Jumlah uang beredar tersebut dapat dikurangi dengan jalan menaikan tariff pajak.Jika tariff pajak dinaikkan uang yang dibelanjakan oleh masyarakat berkurang.Namun harus diperhatikan agar tidak terjadi ketimpangan atau ketidakadilan perlu diperhatikan golongan masyarakat mana yang dinaikkan pajaknya.
c)      Mengadakan Pimjaman Pemerintah

Pemerintah dapat mngadakan pinjaman pemerintah bauik dengan jalan paksaan ataupun tidak,untuk mengurangi uang yang beredar di masyarakat.Cara yang paling ampuh dilakukan untuk menyukseskan kebijakan ini yaitu dengan jalan membekukan simpanan yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di bank.Dapat juga ditempuh dengan jalan memotong gaji pegawai negeri untuk di tabung.
3. Kebijakan Non-Moneter
a)      Menaikan Hasil Produksi

Kenaikan hasil produksi dapat memperkecil laju inflasi.Kenaikan hasil produksi dapat dilakukan dengan cara kebijakan penurunan bea masuk.Hal ini akan berakibat impor barang meningkat.Pertambahan jumlah barang di dalam negericenderung menurunkan harga.
b)      Kebijakan Upah

Kebijakan upah adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji tidak sering dinaikan.Kenaikan gaji dan upah akan menimbulkan kenaikan daya beli.Hal ini pada akhirnya menaikan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan.Apabila hal ini terjadi,maka akan menimbulkan inflasi.
c)      Pengaman harga dan distribusi barang

Pemerintah harus dapat mengendalikan kenaikan harga berbagai macam barang. Oleh karena itu,pemerintah menetapkan harga maksimum (harga eceran tertinggi), melakukan pengamanan harga, menetapka sanksi yang cukup berat.Apabila penetapan harga tidak disertai dengan pengamanan yang baik,maka tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Namun, kadang-kadang pengamanan harga oleh pemerintah sering menimbulkan pasar yang tidak diinginkan.(pasar gelap).

G. Menghitung Laju Inflasi


1. GNP Deflator

GNP Deflator adalah rasio GNP (Gross National Product) nominal pada tahun tertentu terhadap GNP riil pada tahun tersebut. Hal ini merupakan ukuran inflasi dari periode dimana harga dasar untuk perhitungan GNP riil digunakan sampai GNP sekarang.Perhitungan cara ini melibatkan semua barang yang di produksi.
GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x 100%
2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI)

Indeks Harga Konsumen berfungsi mengukur biaya pembelian kelompok barang dan jasa yang di anggap mewakili belanja konsumen. Biasanya, kelompok barang yang digunakan masyarakat dapat berubah. Hal ini disesuaikan dengan pola konsumsi yang ada.
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose – COICOP), yaitu :
1)      Kelompok Bahan Makanan
2)      Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3)      Kelompok Perumahan
4)      Kelompok Sandang
5)      Kelompok Kesehatan
6)      Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7)      Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Perbedaan IHK dan GNP Deflator sebagai berikut :
a)      GNP Deflator mengukur harga barang lebih besar daripada IHK.
b)      IHK mengukur biaya pembelian yang relative sama dari tahun ke tahun.Hal ini tergantung jenis dan jumlah barang yang di produksi.
c)      IHK secara langsung mencakup barang impor,sedangkan GNP Deflator hanya mencakup barang yang di produksi dalam negeri.

3. Indeks Harga Produsen (IHP)

Indeks Harga Produsen (IHP) ini mengukur harga barang yang dibeli oleh produsen,yang meliputi bahan mentah dan barang setengah jadi.IHP juga digunakan untuk mengukur indeks harga pada awal distribusi.Kenaikan IHP dapat dijadikan tanda kenaikan IHK.
4. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
5. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
6. Indeks harga barang-barang modal


DEFLASI


 A. Pengertian Deflasi

Dalam ekonomi, deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Ada pula deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat.
B. Penyebab Deflasi
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab deflasi :
1. Menurunnya Persediaan Uang di Masyarakat.

Menurunnya jumlah persediaan uang di masyarakat ini cenderung disebabkan karena sebagian besar masyarakat menyimpan uangnya di bank.Masyarakat menyimpan uangnya di bank kemungkinan disebabkan oleh tingkat suku bunga yang tinggi karena dapat memberikan keuntungan yang cukup tinggi.Sehingga dengan demikian persediaan uang yang ada di masyarakat semakin berkurang.Jika persediaan uang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah barang maka akan dapat menimbulkan deflasi.
2. Meningkatnya Persediaan Barang

Kadang kala produksi barang tidak bisa di bendung apabila permintaan barang meningkat.Produsen cenderung terus meningkatkan produksinya pada saat kondisi seperti itu.Jika jumlah barang yang diproduksi tersebut tidak habis terjual kepada konsumen dan produksi tetap dilakukan sedangkan permintaan akan barang semakin berkurang maka akan dapat meningkatkan jumlah persediaan barang di masyarakat akibatnya harga barang tersebut semakin menurun karena jumlahnya banyak.
3. Menurunnya Permintaan Akan Barang.

Apabila permintaan akan suatu barang menurun sedangkan produksi tetap dilakukan maka cenderung hal tersebut akan menurunkan tingkat harga barang yang bersangkutan.

C. Pengaruh dan Akibat Deflasi


1. Penurunan persediaan uang

Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi akan mengalami kekacauan.
2. Memperlambat aktivitas ekonomi

Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
3. Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya. Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.

4. Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.

5. Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.

Selain itu juga ada dampak positif dan negatif dari deflasi adalah sebagai berikut.
a)      Baik, deflasi akan membuat orang menyimpan uang sehingga uang benar-benar dihargai dan jaminan keamanan sosial politik. Orang akan banyak berinvestasi langsung dan ketersediaan barang terjamin. Akibatnya nilai mata uang akan menguat.
b)      Buruk. deflasi akan membuat jatuh nilai properti. Orang lebih suka mendepositokan uangnya di bank atau pasar modal daripada beli properti yang tidak naik. Karena harga terus turun maka produsen cenderung kurang berminat memproduksi barang. Kesempatan kerja berkurang karena banyak PHK. Pajak tidak dapat ditarik oleh pemerintah sehinga pendapata negara berkurang. Kegiatan perekonomian secara keseluruhan mengalami kemunduran.

D. Cara Mengatasi Deflasi

Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhanselamanya.

Hal ini parallel dengan inflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif. Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata.

Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.

Selain itu kebijakan moneter dan fiskal juga dapat di terapkan oleh pemerintah.
1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah tindakan atau kebijakan yang diambil oleh penguasa moneter biasanya bank sentraluntuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar yang pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.Ada beberapa macam kebijakan moneter yaitu :
a)      Politik Diskonto

Politik diskonto (discount policy) adalah politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menurunkan tingkat bunga.Dengan menurunkan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah ,karena orang akan lebih banyak menarik uangnya di Bank dari pada menjalankan investasi.
b)      Kebijakan Pasar Terbuka

Untuk memperkuat politik diskonto,kebijakan lain juga di jalankan yaitu dengan politik pasar terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual surat-surat berharga.Dengan membeli surat-surat berharga di harapkan uang yang beredar di masyarakat bertambah,sehingga uang yang beredar dimasyarakat semakin bertambah.
c)      Politik Persediaan Kas (cash ratio policy)

Bank sentral pada umumnya menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.Pada saat deflasi pemerintah akan mengurangi persediaan uang kas.Sehingga uang kas yang beredar di masyarakat akan semakin meningkat.
d)     Perubahan Cadangan Minimum

Perubahan cadangan minimum yang dimiliki oleh bank-bank umum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar.Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan ,jumlah uang yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan jumlah uang yang beredar cenderung turun.Jadi pada saat deflasi pemerintah lewat bank sentral akan lebih baik menurunkan cadangan minimum.
2. Kebijakan Fiskal
a)      Pengaturan Pengeluaran Pemerintah

Pengaturan pengeluaran sangat perlu di lakukan. Dalam hal ini diharapkan penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencaan. Kalau pembelajaan negara melampui batas yang telah ditentukan akan mendorong terjadinya pertambahan uang yang beredar di masyarakat. Meski demikian diharapkan pembelanjaan negara tidak melampui batas yang telah ditentukan.
b)      Menurunkan Tarif Pajak

Saat terjadi deflasi uang beredar sedikit dimasyarakat. Jumlah uang beredar tersebut dapat ditambah dengan jalan menurunkan tarif pajak. Jika tariff pajak diturunkan uang yang dibelanjakan oleh masyarakat cenderung meningkat. Sehingga dengan demikian uang akan lebih banyak kemasyarakat.
c)      Mengadakan Pimjaman Pemerintah
Pemerintah dapat mengadakan pinjaman pemerintah baik dengan jalan paksaan ataupun tidak,untuk menambah uang yang beredar di masyarakat. Cara yang paling ampuh dilakukan untuk menyukseskan kebijakan ini yaitu dengan jalan mencairkan simpanan yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di bank lebih banyak.Jika, dalam keadaan deflasi.

3. Kebijakan Non-Moneter
a)      Menurunkan Hasil Produksi

Menurunkan hasil produksi dapat memperkecil laju deflasi.Penurunan hasil produksi dapat dilakukan dengan cara memberikan batasan terhadap produsen. Pengurangan jumlah barang di dalam negeri cenderung menaikan harga.
b)      Kebijakan Upah

Kebijakan upah adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji sering dinaikan.Kenaikan gaji dan upah akan menimbulkan kenaikan daya beli.Hal ini pada akhirnya menaikan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan.Apabila hal ini terjadi,maka akan menimbulkan inflasi. Jadi untuk kebijakan ini resiko yang harus dihadapi cukup besar karena sedikit saja mengalami kesalahan inflasi akan membayangi.


Sumber : https://www.facebook.com/notes/adi-wicaksono/pengertian-inflasi-dan-deflasi/10151600410346075

No comments:

Post a Comment