1. Siklus Bisnis
Dalam Ekonomi MakroA. Siklus Ekonomi atau Bisnis
Siklus ekonomi adalah fluktuasi ekonomi yang melanda produksi nasional,
pendapatan, kesempatan kerja, yang biasanya berlangsung selama 2 sampai 10 th,
yang ditandai dengan adanya kontraksi dan ekspansi di seluruh sektor ekonomi.
Menurut Kusnendi (dalam Modul Makroekonomi), siklus bisnis ekonomi adalah
fluktuasi pertumbuhasn ekonomi disekitar trendnya yang meliiputi masa
depresi,recovery,boom, dan resesi.
Menurut Yanuar,SE,MM (dalam modul pengantar ekonomi makro), Siklus ekonomi
adalah pasang surutnya kegiatan ekonomi di sekitar trend setelah dilakukan
penyesuaian musiman
Siklus ekonomi adalah putaran kegiatanperekonomian, kadang kegiatan ekonomi
lesu- banyak pengangguran, kadang kegiatan ekonomi bergairah-pengangguran
kecil-produktivitas naik. (Magistra Media Maya
Community Samarinda Option,pdf)
Siklus bisnis adalah suatu deretan masa resesi dan masa kemakmuran yang
berulang-ulang dengan teratur dan yang meluas ke mana-mana. Siklus siklus
bisnis ini harus dibedakan dari variasi musiman (berkurangnya penjualan baju
hangat pada musim panas) dan kecenderungan (trend) sekular (terutama yang
berhubungan dengan populasi seperti ledakan kelahiran bayi). Tahapan-tahaan
dari siklus bisnis ini adalah tahapan kulminasi, kontraksi, resesi, nadir,
perbaikan, dan ekspansi. (John
Petroff. Translation 2005 Roy Sukamto)
Slump / Resesi /
Lembah
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang meluas ke mana-mana.
Penurunan semacam ini biasanya menyebabkan banyak pekerja yang kehilangan
pekerjaannya. Suatu resesi yang serius biasanya disebut depresi.
Pengangguran
Tinggi
Tingkat permintaan beli rendah atau daya beli yang rendah bila dibandingkan
dengan daya produksi yang terpasang / tersedia untuk menghasilkan barang
konsumsi. Yang berakibat pada rendahnya laba perusahaan
Perusahaan bisa
merugi
Keyakinan akan masa depan makin kecil / menipis. Bisa ditandai dengan
anjloknya Index harga saham gabungan
Perusahaan tidak
bersedia mengambil resiko investasi baru.
Jika lembah
ini cukup dalam = RESESI
Pemulihan /
Recovery
Mesin –
mesin tua mulai diganti
Kesempatan
kerja, pendapatan serta pengeluaran konsumsi meningkat
Harapan
akan masa depan makin cerah (IHSG naik)
Penjualan
dan laba meningkat
Investasi yang tadinya (pada lembah/resesi)
dianggap beresiko kembali diminati karena pandangan atau keyakinan akan masa
depan berbalik dari pesimisme menjadi optimisme
Karena permintyaan meningkat, sedangkan pada
fase slump tersedia fasilitas produksi twerpasang yang banyak maka perusahaan
denganm udah dapat meningkatkan produksi dengan cara mempergunakan kembali apa
yang ada serta menggunakan tenaga kerja yang menganggur
Puncak /
Peak
Penggunaan
kapasitas terpasang pada kondisi tertinggi
Mulai merasakan kurangnya tenaga kerja, terutama
tenaga kerja ahli / terampil
Kekurangan
bagan baku
Output
hanya dapat ditingkatkan dengan menambah investasi baru yang memerlukan waktu
Kenaikan
permintaan diikuti dengan kenaikan harga, DEMAND > SUPPLY
Biaya cenderung meningkat (COST Meningkat)
namun Price (harga jual ==>> Sales) juga meningkat
Kegiatan
usaha umumnya masih sangat menguntungkan
Hingga
mencapai BOOM, ditandai dengan IHSG Super BULLISH.
Resesi /
Slump ==>> Jatuhnya GNP Riel
Permintaan
menurun
Pendapatan
rumah tangga menurun
Laba usaha
turun
Investasi yang tadinya menguntungkan dengan
kurangnya permintaan akan barang menjadi tidak menguntungkan / tidak menarik /
makin beresiko
Suatu siklus dalam kegiatan ekonomi
mencerminkan fluktuasi (gerak menaik dan menurun) secara bergelombang pada
kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Fluktuasi serupa itu terjadi secara berulang dalam
suatu jangka waktu tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa siklus kegiatan
ekonomi terulang secara periodic, akan tetapi tidak mutlak perlu bersifat
regular; artinya, jangka waktu itu dalam masing-masing siklus tidak harus
selalu sama lamanya.
Pola siklus ekonomi mencakup tahap ekspansi yang pada suatu saat berbalik
menuju tahap kemunduran yang kelak disusul oleh pemulihan ke arah ekspansi
lagi. Tahap ekspansi ditandai oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan
meluas secara bersam-sama di berbagai ragam kehidupan. Tahap ekspansi disusul
oleh tahap kemunduran umum yang bersifat resesi. jika kemunduran itu
berlangsung terus menerus selama masa waktu yang lebih panjang, maka resesi
menjurus pada tahap depresi dimana dialami proses kontraksi (kegiatan ekonomi
berkurang menjadi tersendat-sendat dan terbelakang).
Siklus ekonomi menyangkut segala segi ekonomi dalam kehidupan masyarakat
yang akhirnya tercermin pada produk nasional dan pendapatan nasional.
Pengertian tentang teori siklus ekonomi sangat relevan dalam rangka
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang menyangkut kebijaksanaan Negara
untuk melakukan perubahan structural dalam tata susunan ekonomi masyarakat
tak dapat tiada meliputi usaha jangka panjang yang memakan masa waktu beberapa
generasi serta selalu dihadapkan dengan berbagai rupa hambatan dan rintangan.
Oleh sebab itu, sudah masuk akal bilamana kita menempatkan kembali
pelajaran yang menyangkut siklus kegiatan ekonomi sebagai jalur pemikiran yang
saling berkaitan dengan pemikiran yang saling berkaitan dengan pemikiran dalam
teori ekonomi umum, bahkan sebagai bagian integral daripadanya.
Asal mula pemikiran perihal siklus ekonomi
Pada pertengahan abad 19 oleh John Stuart Mill, principle of political
economy (1848) telah diungkapkan tentang adanya krisis-krisis komersial
(commercial crisis) yang muncul secara periodic. Dalam tahun yang sama, oleh
Marx dan Engels dalam Communist Manifesto juga dinyatakan tentang krisis
komersial yang dialami secara ulang dan periodic sebagai salah satu cirri pokok
system kapitalis.
Kemudian seorang ilmuwan Perancis, Clement Juglar, dibeberkan secara lebih
empiris-sistematis sifat dan corak krisis komersial yang berulang secara
periodic. Juglar pula yang pertama kali menggunakan istilah siklus (cycle)
dengan menonjolkan perkiraan-perkiraan tentang lamanya masa waktu menaik
menurun-nya kegiatan ekonomi di antara dua krisis. Dengan kata lain
ditunjukkannya pada panjang pendeknya gelombang dalam sesuatu siklus kegiatan
ekonomi : dari titik terendah sampai titik terendah berikutnya.
Pada akhir abad 19 atau awal abad 20, dunia ilmu ekonomi diperkaya oleh
buah pikiran ekonom Rusia, Tugan-Baranowski. Tugan-Baranowski telah dapat
menyajikan suatu kerangka analisis dan dasar teori yang kelak menjadi landasan
bagi pemikiran modern dalam ilmu siklus ekonomi. Tugan-Baranowski pula lah yang
mengawali perkembangan teori-teori siklus ekonomi yang selama ini dikembangkan
dan dipaparkan sejumlah tokoh pemikir lainnya,yang ternyata dalam
kajian-kajiannya sudah terdapat telaahan dan kajian penting mengenai teori
investasi dan peranannya dalam kegiatan usaha dan pembentukan pendapatan serta
adapula yang menekankan pada arti dan fungsi konsumsi. Akan tetapi hal itu
masih belum jelas terungkapkan secara terpadu mengenai kaitan anatara
factor-faktor yang berpengaruh itu. Lagipula perkembangan teori di bidang ilmu
siklus ekonomi selam itu berlangsung dalam suatu jalur pemikiran tersendiri,
seakan-akan terpisah dari teori ekonomi umum. Namun hal tersebut menjadi
berkaitan dan memiliki keterpaduan dalam kerangka analisis dan system pemikiran
yang dikembangkan oleh Keynes yang kemudian disusun secara lebih
kohesif-sistematis oleh Hansen.
Dari kerangka analisis Keynes mengenai fluktuasi dalam gerak kegiatan usaha
sering ditandai oleh goncangan-goncangan yang membawa dampak luas terhadap
ekonomi masyarakat secara menyeluruh,terutama melalui goncangan pada pendapatan
dan kesempatan kerja. Keynes juga memperhatikan perkembangan pemikiran yang
telah dirintis oleh pakar ekonomi di Eropa Kontinental, sehingga
pemikiran-pemikiran mereka diandalkan dalam karya Keynes.
Kerangka analisis dan pola pendekatan dalam system pemikiran Keynes
merupakan perkembangan lanjutan secara logis dari perkembangn pemikiran yang
sebelumnya berlangsung di Eropa continental. Namun yang mengherankan ialah
bahwa setelah Keynes-Hansen, pemikiran teoritis tentang permaslah fluktuasi
dalam gerak kegiatan ekonomi seolah-olah diabaikan. Sikap tersebut di akalngan
ahli seakan-akan gejolak fluktuasi ekonomi sudah dapat ditanggulangi secara
memadai oleh kebijksanaan fiscal yang kontra-siklis atau oleh langkah tindakan
di bidang moneter.
Perkembangan selama dasawarsa-dasawarsa ’70 dan ’80 membuktikan bahwa
anggapan-anggapan serupa itu tidak dibenarkan oleh kenyataan empiris. Baru
beberapa tahun terakhir ini timbul lagi perhatian dan minat untuk mempelajari
dan memahami secara lebih mendalam hal-hal yang menyangkut gerak gelombang
kegiatan ekonomi. terutama pada serangkaian factor dinamika yang
mengambilperanan strategis dalam perkembangan dalam jangka menengah dan jangka
panjang.
Jenis Siklus Ekonomi
Dari karya Joseph
Schumpeter, terdapat empat jenis siklus ekonomi.
1. Siklus jangka pendek, menyangkut gerak gelombang kegiatan
ekonomi selam 3-4 tahun (rata-rata berkisar pada 40 bulan) dari tingkat
terendah sampai tingkat terendah berikutnya. siklus ini dikenal dengan siklus
Kitchen (Joseph Kitchen), yang membeberkan adanay siklus ekonomi dengan menunjuk
pada cirri pokoknya. Faktor dinamika yang sangat mempengaruhi perkembangan
dalam siklus jangka pendek berkenaan dengan investasi dalam persediaan stok
barang-barang.
2. Siklus jangka menengah, meliputi masa waktu 7-11 tahun
(rata-rata berkisar pada 9 tahun) dan disebut Siklus Juglar. Pola dan arah
perkembangannya dipengaruhi terutama oleh investasi dalam barang modal atau
perlatan modal fisik yang bersifat tetap.
3. Siklus jangka menengah/panjang meliputi masa waktu
15-22 tahun (rata-rata kurang dari 20 tahun) dan disebut Siklus Kuznets.
Kuznets menunjuk pada berlangsungnya siklus ini yang berada di antar masa waktu
Siklus Juglar dan Gelombang Kondratieff (jangka panjang). dalam siklus ini
kegiatan sector konstruksi dianggap mengambil peranan penting; bukan hanya
sebagai cermin kegiatan usaha konstruksi, melainkan pada gilirannya dilakukan
berbagai investasi yang bersangkutan dengan sector prasarana,
bangunan,perumahan.
4. Gerak kecenderungan jangka panjang menyangkut
gelombang ekonomi selama masa waktu 40-60 tahun (rata-rata 54 tahun) dan
disebut denga gelombang Kondratieff (Nicolai Kondratieff), berdasarkan
penelitiannya ada empat factor kekuatan mendasar yang mempengaruhi pola dan
arah gerak kecenderungan dalam ekonomi jangka panjang yaitu : (1) inovasi dan
teknologi, (2) peperangan dan revolusi, (3) produksi emas, (4) SDA, khusus
sector pertanian.
faktor-faktor kekuatan strategis dalam tiga siklus di atas sedikit banyak
bersifat endogen, artinya factor tersebut terkandung dalam proses kegiatan
ekonomi sendiri yang berlangsung dalam tata susunan ekonomi. sedangkan dalam
gelombang jangka panjang, perkembangan ekonomi sangat dipengaruhi serangkaian
factor dinamika yang bersifat eksogen.
1. Siklus Kitchen Dalam Perkembangan Jangka Pendek
Oleh Joseph Kitchen, dalam Cycles and Trend s in Economic Factors, Review
of economic Statistics no.5 (1923) dibentangkan tentang gerak kegiatan ekonomi
yang meningkat dan menurun dalam jangka pendek. Satu sama lain terlihat pada
produksi dan kesmpatan kerja, dan juga pada perkembangan harga komoditi primer.
Fluktuasi yang dimaksud berlangsung tidak begitu lama dan berkaitan dengan
bertambahnya atau berkurangnya investasi dalam stock barang-barang yang
diperlukan dalam satuan-satuan usaha. oleh sebab itu, siklus Kitchen juga
dipandang sebagai inventory cycle (inventaris barang).
Faktor-faktor utama yang mendorong fluktuasi dalam kegiatan ekonomi jangka
pendek bersifat endogen. Dalam tahap ekspansi di kala kegiatan ekonomi
meningkat dan meluas, oleh dunia usaha dilakukan penambahan investasi ke dalam
persediaan stok. Pada titik puncak perkembangan jangka pendek, kegiatan
ekspansi mengalami beberap kendala,seakan-akan mengalami kejenuhan.
kendala-kendala yang dimaksud ada sangkut pautnya dengan tercapainya suatu
keadaan dimana kapasitas produksi yang terpasang dalam masyarakat sudah
digunakan sepenuhnya dengan kesempatan kerja penuh. Adapun dalam proses
ekspansi ekonomi mengalami kesulitan-kesulita dalam lalu lintas pembayaran luar
negeri. Dengan batasan-batsan tersebut proses ekonomi menjadi terseret.
perkembangannya menurun dan menuju pada tahap resesi. Dalam keadaan ini,
dialami surplus dalam persediaan stok barang-barang sebagai akibat investasi di
tahap selanjutnya.
Dalam praktek biasanya terjadikelambatan pada pihak dunia usaha maupun
pihak kebijaksanaan pemerintah dalam respons dan reaksinya terhadap
perekmbangan keadaan yang sudah berubah. dengan kata lain, sering dialami
ketinggalan waktu ataupun time-lag dalam reaksi dan respons terhadap
perubahan-perubahan ekonomi. unsure time-lag sangat penting artinya,di kala
hendak dilakukan langkah tindakan kontra-siklus,timingnya sudah tidak tepat dan
(jauh) terlambat sehingga hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Permasalhan
inikurang diperhatikan dalam pola pendekatan dalam system analisis pemikiran
Keynes dan golongan Neo Keynes. Hal ini pun oleh Galbraith dianggap sebagai
asimeuri politik (political asymery).
Dengan begitu, secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan ekonomi di
Negara-negara industry memang secara berkala mengalami goyangan dalam jangka
pendek. Kebanyakn Negara berkembang mempunyai corak ekonomi terbuka yang dewasa
ini sangat tergantung dari produksi dan ekspor komoditi primer. Negara tersebut
senantiasa mengalami dampak dari factor eksternal yang bersumber dari naik
turunnya kegiatan ekonomi di Negara-negara industry. Hal itu menimbulkan
fluktuasi pada permintaan akan komoditi primer dari Negara-negara berkembang.
Hal itu tentu membatasi ruang gerak kebijaksanaan pemerintah di bidang
neraca pembayaran luar negeri. Dengan kata lain, goncangan siklis-konjungtural
menyulitkan konsistensi dan kontinuitas akan kebijaksanaan structural dalam
rangka pembangunan ekonomi. Hal yang sama berlaku mengenai ramifikasi (akibat
pengaruh ang bercabang-cabang di berbagai ragam kegiatan ekonomi) dari siklus
jangka menengah.
2. Siklus Juglar dalam Perkembangan Jangka Menengah
Clement Juglar harus dipandang sebagai seorang pionir dalam ilmu siklus
ekonomi. Sebab, ialah yang untuk pertama kali memaparkan secara sistematis
hasil pengamatannya dan kajiannya mengenai sebab krisis dan depresi yang secara
berulang terjadi dalam siklus kegiatan ekonomi.
Clement Juglar sebenarnya adalah seorang dokter kesehatan yang tidak
mendapat pendidikan formal sebagai ekonom profesional. Meskipun begitu dalam
penilaian Schumpeter, Juglar adalah seorang genius yang dari segi penguasaan
metode ilmiah dan berdasarkan karyanya dibidang ekonomi harus dianggap sebagai
seorang pakar ekonomi besar sepanjang masa.
Judul karya Juglar sudah jelas mencerminkan pengamatannya tentang peristiwa
krisis yang muncul secara berulang (retour)
dan berkala (périodique) dalam fluktuasi siklus kegiatan usaha. Studinya
menyangkut perkembangan ekonomi di tiga buah negara : Perancis, Inggris, dan
Amerika Serikat. Ketiga negara itu merupakan negara-negara industri yang
terkemuka dalam bagian kedua abad XIX.
Analisis Juglar didukung oleh banyak data statistik yang secara luas
meliput berbagai segi ekonomi : harga komoditi, tingkat bunga, kredit
perbankan, perkembangan penduduk, tingkat perkawinan, dll. Pendekatannya
terhadap permasalahan yang dipelajari menunjukkan pandangan terpadu antara
fenomena ekonomi, perspektif sejarah dan statistik-empiris. Dengan demikian,
Juglar dapat memberi gambaran tentang hubungan/ korelasi (jalan perkembangan
yang seiring-searah) diantara data-data mengenai berbagai bidang kegiatan yang
dimaksud di atas. Satu sama lain memberi pengertian yang lebih jelas mengenai
proses dan mekanisme silih-bergantinya secara susul-menyusul tahap
ekspansi-kemakmuran dan tahap resesi-depresi. Dalam kerangka pemikiran Juglar
siklus ekonomi meliputi tiga tahap : (1) tahap ekspansi dalam kegiatan ekonomi
yang menuju pada kemakmuran (prosperity);
(2) tahap krisis; (3) tahap likuidasi. Krisis tidak dapat dihindarkan dalam
berlangsungnya siklus ekonomi, tetapi dapat diperkirakan sebelumnya. Ternyata
bahwa perkiraan-perkiraan Juglar mengenai perkembagan yang dimaksud juga
akurat.
Oleh Juglar sendiri tidak dikemukakan suatu kurun waktu yang pasti yang
memisahkan satu krisis dari saat terjadinya krisis yang berikut; ia hanya
menunjuk pada masa jangka menengah yang meliputi minimal 7 tahun dan maksimal
11 tahun, sedangkan dalam perkembangan sejarah masa rata-rata berkisar pada 9
tahun.
Penelitian Juglar pada awalnya ditujukan kepada perkembangan harga barang
selama berlangsungnya siklus yang mencakup beberapa tahap yang susul-menyusul.
Sejalan dengan itu dipantau peranan tingkat bunga dan pengaruh kredit perbankan
dalam perkembangan yang menuju ke arah krisis. Tahap ekspansi yang ditandai
oleh kecenderungan kenaikan harga selalu menjurus kepada keadaan krisis. Pada
saat ini, perkembangan berbalik dan kegiatan usaha menurun sampai mencapai
tingkat rendah dan tertekan. Timbulnya suatu krisis tergantung dari konstelasi
umum keadaan ekonomi masyarakat. Walaupun terjadi peperangan misalnya, atau
musibah alam, atau penyalahgunaan kredit perbankan dan/ atau terlalu banyak
uang dicetak, segala sesuatu bisa mempercepat kejadian krisis. Akan tetapi
peristiwa krisis itu sendiri baru timbul dikala situasi ekonomi sudah mencapai
suatu tahap tertentu ketika krisis tidak dapat dihindarkan lagi. Krisis itu
didahului oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan kemudian ditandai
oleh rupa-rupa gejala; ciri-ciri ekspansi menjadi sedemikian rupa sehingga
dapat diperkirakan perkembangan ekonomi sudah mendekati tahap krisis.
Menurut Juglar krisis dan depresi merupakan akibat dari distorsi-distorsi
yang terjadi dalam tahap ekspansi sebelumnya. Dengan kata lain, sebab-musabab
krisis dan depresi sudah terkandung dalam perimbangan-perimbangan keadaan yang
berkembang selama tahap ekspansi.
Krisis dan depresi adalah reaksi dari sistem ekonomi terhadap kegiatan
ekspansi dalam tahap sebelumnya; ataupun suatu proses adaptasi (penyesuaian) dan
restrukturasi dengan perubahan kondisi yang merupakan akibat dari perkembangan
ekspansi itu sendiri. Salah satu sebab diantaranya ialah perkembangan harga
yang semakin meningkat sehingga pada suatu saat dianggap terlalu tinggi oleh
para calon pembeli. Harga umum barang-barang jatuh dan mulailah krisis, yang
kemudian menjadi depresi. Dalam tahap itu, terjadi likuidasi yang meluas dalam
dunia usaha.
Juglar menunjuk pada perkembangan harga sebagai fenomena. Nampak kurangnya
dikaji dan dijelaskan tentang sebab yang lebih mendalam yang berkaitan dengan
jatuhnya tingkat harga umum itu, selain pengamatannya bahwa kegiatan ekspansi
yang disertai oleh kenaikan harga sudah mencapai tingkat yang terlalu tinggi.
Sementara itu karya Juglar telah meratakan jalan bagi pengembangan analisis
modern mengenai siklus kegiatan ekonomi. Menurut Schumpeter gagasan Clement
Juglar dan pengaruhnya harus dinilai berdasarkan tiga macam pertimbangan.
Pertama, Juglar menggunakan bahan empiris dalam metode serial waktu (time series) mengenai perkembangan
harga komoditi, tingkat bunga, dan neraca-neraca bank sentral. Pekerjaannya
dilakukan secara sistematis yang ditujukan pada sasaran-sasaran yang jelas
dengan pengkajian mendalam terhadap fenomena permasalahan yang
diidentifikasikan. Hal itu merupakan metode pendekatan fundamental dalam
analisis modern mengenai tahap-tahap dalam gerak kegiatan ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu, wajar bilamana Clement Juglar dianggap sebagai pelopor dalam
teori siklus ekonomi (di jaman itu dikenal sebagai teori konjungtur).
Kedua, Juglar selain menemukan siklus ekonomi yang berjangka 7-11 tahun
(rata-rata 9 tahun) juga mengembangkan semacam morfologi (pengertian atas
gambaran tentang struktur dan bentuk luar) dari siklus yang dimaksud, yaitu
identifikasi tentang urutan pentahapan (sequence)
ekspansi, krisis, dan likuidasi. Morfologi modern mengenai gerak gelombang
kegiatan ekonomi masyarakat bersumber pada karya Juglar. Begitu pula mengenai
munculnya fenomena secara berulang dan periodik (retour périodique).
Ketiga, kesimpulan pokok dalam analisis Juglar ialah bahwa sebab utama
terjadinya krisis dan depresi sudah terletak pada perimbangan-perimbangan
keadaan dalam tahap ekspansi yang sebelumnya. Krisis dan depresi merupakan
reaksi dan proses adaptasi terhadap berbagai ketimpangan yang terciptakan oleh
perkembangan ekspansi yang mendahuluinya. Tentu kesimpulan tersebut mengandung
pertanyaan : apa yang menjadi sebab pokok yang membangkitkan suatu keadaan ke
arah ekspansi dan faktor-faktor yang manakah yang mendorong kegiatan ekspansi
ke arah tingkat puncaknya.
Dalam hal ini
analisis Juglar ternyata kurang memuaskan.
Baru pada awal abad XX segi permasalahan tersebut diteliti dan dikaji
secara lebih mendalam yaitu oleh Tugan-Baranowski dan berikutnya oleh Arthur
Spiethof.
Berdasarkan landasan pemikiran yang telah diletakkan oleh Clement Juglar
dan dengan memanfaatkan bahan-bahan
bangunan dalam
analisisnya, oleh Tugan-Baranowski dan Spiethof ditonjolkan faktor investasi
sebagai peran utama dalam gerak siklus kegiatan ekonomi. Memang harus dicatat
bahwa dalam gagasan Juglar sendiri peran investasi kurang disoroti secara
spesifik dan terinci.
Dalam periode pasca Perang Dunia II pemikiran-pemikiran Juglar,
Tugan-Baranowski, Spiethof dll seakan-akan terlupakan oleh para ekonom
profesional. Baru sejak awal dasawarsa ’80 ada lagi perhatian khusus terhadap
bidang permasalahan ini. Hal itu terungkapkan dalam karya Miyohei Shinohara,
seorang tokoh ekonomi dari Jepang yang menunjuk kepada arti dan relevansi hasil
pemikiran Juglar (dan Kondratieff) bagi perkembangan ekonomi dunia dewasa ini
dan dasawarsa-dasawarsa mendatang.
Dalam penafsiran Shinohara atas kerangka landasan pemikiran Juglar,
dijabarkan secara eksplisit bahwa gerak siklus ekonomi jangka menengah yang
dibeberkan oleh Juglar bersangkut-paut dengan investasi dalam peralatan modal
fisik yang bersifat tetap (berbeda dengan investasi dalam stok barang seperti
terdapat dalam Siklus Kitchen). Penafsiran Shinohara atas gagasan Juglar ini
menurut hemat saya mempunyai dasar yang kuat.
Menurut Shinohara teori Juglar dan teori Kondratieff mengandung makna yang
besar bagi pengertian kita tentang perkembangan ekonomi dunia setelah Perang
Dunia II dalam abad XX ini, khususnya sebagaimana yang selama ini berlangsung
di kawasan Asia-Pasifik.
Munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi yang menonjol, diikuti oleh
perkembangan dinamis sejumlah negara industri baru di Asia Timur dan
berlangsungnya proses pembangunan di negara-negara Asia Tenggara, semuanya
sulit dipahami tanpa memperhatikan serangkaian pikiran yang semula dirintis
oleh Juglar dan Kondratieff. Untuk perkembangan jangka menengah, hal itu khusus
berkaitan dengan investasi dalam peralatan modal tetap yang terlaksana di
Jepang, maupun di Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura dan kemudian
diikuti oleh negara-negara Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara
tersebut ditandai oleh berlangsungnya siklus-siklus Juglar dengan adanya
beberapa puncak tingkat investasi di awal dasawarsa ’60 dan awal dasawarsa ’70.
Sedangkan dalam perkembangan jangka panjang selama dasawarsa ’50 dan ’60 sampai
terjadinyakrisis minyak pada
pertengahan dasawarsa ’70, boleh dikatakan tidak dialami depresi yang
berkepanjangan, meskipun beberapa kali memang terjadi resesi. Akan tetapi,
resesi-resesi yang dimaksud bersifat agak lunak dan hanya berlangsung selama
waktu yang relatif pendek.
3. Siklus Kuznets dalam Perkembangan Jangka Menengah/
Panjang
Pandangan Simon Kuznets pada umumnya dihubungkan dengan karya besarnya
mengenai perhitungan nasional dan penjabarannya tentang unsur-unsur komponen
dalam pendapatan nasional. Hal itu telah disajikan di bagian lain dalam
tinjauan kita mengenai perkembangan teori umum.
Di sini hanya ditelaah pemikiran Kuznets yang khusus menyangkut siklus
kegiatan ekonomi,Economic Change (1953).
Kuznets menunjuk pada dinamika yang bersangkutpaut dengan kegiatan di
sektor konstruksi yang meliput prasarana, bangunan komersial dan industri,
perumahan, dsb. Kegiatan konstruksi di berbagai bidang ekonomi merupakan faktor
yang sangat penting karena pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh
pemerintah, oleh dunia usaha, dan pengeluaran pembangunan dalam masyarakat pada
umunya. Pengeluaran yang secara langsung dan tidak langsung berkenaan dengan
kegiatan konstruksi itu juga mengalami fluktuasi.
Siklus Kuznets menjangkau masa waktu antara 15-22 tahun, lebih lama dari
Siklus Juglar dan lebih pendek dari Gelombang Kondratieff. Pengamatan
empiris-statistik dalam abad XX mengungkapkan jangka waktu rata-rata siklus ini
berkisar pada 16-17 tahun : terdiri atas 11 tahun kegiatan ekspansi dan disusul
oleh 5-6 tahun proses kontraksi. Satu sama lain berkenaan dengan pengaruh
sektor konstruksi, yaitu meningkatnya dan menurunnya kegiatan di sektor
tersebut.
Pengeluaran konstruksi melibatkan kegiatan di serangkaian ragam industri
lainnya, seperti diantaranya kayu, semen, besi dan baja, perabotan, barang
pecah-belah, dan lain-lain sebagainya untuk keperluan gedung komersial dalam
rumah tangga keluarga. Dampak multiplier (pengaruh
berganda) terhadap pendapatan dan kesempatan kerja memang meluas dan sangat
berarti dalam ekonomi masyarakat.
Arti dan peranan konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi harus dilihat dalam
kaitannya dengan serangkaian variabel ekonomi maupun variabel demografi :
tumbuhnya generasi demi generasi, perkembangan jumlah rumah tangga keluarga,
gerak arus imigrasi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi biaya tenaga
kerja, harga bahan bangunan, tingkat bunga, dsb. Semuanya itu secara bersamaan
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maupun fluktuasinya dalam gerak
kegiatan ekonomi.
Siklus Kuznets juga dianggap sebagai ciri penting dalam proses pertumbuhan
dan sehubungan dengan itu, pola pemikiran dalam sistem Kuznets merupakan
sumbangan yang berarti bagi perkembangan teori pertumbuhan. Bisa saja terjadi
bahwa dalam rangka siklus Kuznets gerak kegiatan ekonomi sedang menanjak dalam
suatu tahap ekspansi, akan tetapi dilihat dalam perkembangan jangka panjang
(dalam rangka gelombang Kondratieff) sudah berada dalam tahap kecenderungan
yang sedang menurun
Gelombang Kondratieff disebut di
muka sebagai salah satu diantara empat jenis siklus ekonomi. Gagasan
Kondratieff kelak akan dibahas lebih lanjut dan secara lebih luas dalam bagian
tersendiri. Kerangka analisis dan pendekatan dalam sistem pemikiran Kondratieff
ditujukan kepada permasalahan dalam perkembangan jangka panjang. Pola dan arah
perkembangan tersebut dipengaruhi oleh serangkaian faktor dinamika yang
bersifat eksogen.
Sebelumnya terlebih dahulu akan disimak pokok-pokok pemikiran siklus
ekonomi sebagaimana yang dikembangkan oleh sejumlah pakar ekonomi dalam bagian
pertama abad XX : mulai dengan Tugan-Baranowski di awal abad ini sampai dengan
pemikiran Keynes-Hansen pada pertengahan abad. Pemikiran-pemikiran yang
dimaksud pada umumnya berkisar pada gerak kegiatan ekonomi jangka pendek dan
menengah dengan menekankan pada peranan faktor dinamika yang lebih bersifat
endogen.
Dalam tinjauan ini, diadakan pembedaan antara beberapa kelompok teori
siklus ekonomi. Tolok ukur bagi masing-masing kelompok berkenaan dengan fakor
dinamika yang dianggap sebagai variabel strategis yang menyebabkan fluktuasi
dalam perkembangan ekonomi : arti dan peranan investasi, arti dan peranan
konsumsi, arti dan peranan fakor moneter.
4. Peranan Investasi dalam Siklus Ekonomi : Mikhailov
Tugan-Baranowski (1865-1919); Arthur Spiethof (1873-?)
Dalam pandangan kelompok ini menaik-menurunnya kegiatan ekonomi
bersangkutpaut dengan perubahan-perubahan pada volume dan tingkat investasi,
khususnya investasi riil (barang
modal fisik yang bersifat tetap).
Dalam hubungan ini harus dibedakan antara investasi riil dan investasi
finansial. Investasi riil berkenaan dengan pembuatan peralatan barang modal
yang baru. Hal itu berarti secara riil terjadi tambahan netto pada barang
modal (nett
capital formation) dari berbagai jenis dan ragam barang di berbagai bidang,
apakah itu dalam bentuk mesin, gedung komersial, perumahan, dsb.
Di pihak lain, investasi finansial terjadi dalam hal pembelian/ pengalihan
milik mengenai surat-surat berharga seperti saham atau obligasi, surat
perbendaharaan negara, surat berharga komersial dalam dunia usaha, dsb.
Dibidang investasi riil lazim diadakan pembedaan antara : (i) investasi
dalam barang modal tetap yang meliputi a.l. peralatan pabrik, peralatan modal,
konstruksi bangunan; (ii) investasi dalam inventaris : stok persediaan barang
berupa bahan baku, bahan penolong/ setengah jadi, suku cadang, produk akhir.
Mikhailov Tugan-Baranowski dengan bukunya Studien
zur Theorie und Geschichte der Handelskrisen in England (1901),
terjemahannya dalam bahasa Perancis, Les
Crises indrustrielles en Angleterre(1913), dapat dianggap sebagai
pakar ekonomi paling terkemuka diantara pemikir-pemikir ekonomi berbangsa Rusia
yang sangat menonjol dalam abad XX sampai zaman pasca revolusi Bolsyevik tahun
1917. Sebagaimana hanlnya dengan pakar-pakar ekonomi Rusia lainnya, pola
pendekatan Tugan-Baranowski terhadap masalah-masalah ekonomi masyarakat
sangat dipengaruhi oleh pandangan Karl Marx. Selain kemahirannya dalam teori
ekonomi, Tugan-Baranowski juga sangat mendalami ilmu sejarah dan selalu
melakukan perpaduan antara pemikiran ekonomi dengan perkembangan sejarah. Dalam
pada itu, ia juga mengenal dan terus-menerus mengikuti perkembangan teori
ekonomi di pusat-pusat pemikiran di Wina, Austria, dan di Cambridge, Inggris.
Tugan-Baranowski bukan merupakan pemikir Marxis yang dogmatis, bahkan dalam
banyak hal penting ia mengadakan pengkajian kritis terhadap ajaran Marx.
Tugan-Baranowski melengkapi dan menyempurnakan seperangkat pikiran yang
landasannya telah diletakkan oleh Clement Juglar. Suatu siklus dalam kegiatan
ekonomi, menurut Tugan Baranowski, boleh panjang atau pendek tergantung dari
kondisi dan konstelasi ekonomi yang secara nyata berlangsung pada tahap-tahap tertentu
dalam sejarah. Ia juga membenarkan hasil kajian Juglar tentang adanya
krisis-krisis yang terjadi secara berulang dalam perkembangan jarak waktu 7-11
tahun.
Inti pokok dalam teori siklus ekonomi yang dikembangkan oleh Tugan
Baranowski berkisar pada saran pendapatnya tentang investasi sebagai faktor
pendorong utama dalam kegiatan ekonomi. Fluktuasi (perubahan-perubahan yang
menaik-menurun) pada investasi menyebabkan fluktuasi dalam kegiatan ekonomi
mesyarakat secara menyeluruh. Ciri perkembangan ekonomi inilah yang kurang
dijelaskan dalam sistem pemikiran Juglar.
Kenyataan empiris menunjukkan bahwa fluktuasi besar dalam kegiatan ekonomi
adalah fluktuasi yang ada sangkutpautnya dengan perubahan-perubahan dalam
produksi barang modal. Hal ini mengandung ramifikasi luas bagi kegiatan di
sektor-sektor lainnya, termasuk industri untuk barang konsumsi. Dalam hubungan
ini, diungkapkan tentang adanya interdependensi antara berbagai ragam kegiatan
ekonomi dan cabang industri dalam tata susunan ekonomi secara menyeluruh.
Produksi barang modal menimbulkan permintaan akan barang-barang lain. Dalam
tahap ekspansi akumulasi pembuatan barang modal meningkatkan permintaan umum
akan hasil produksi industri lain. Dalam proses tersebut, pendapatan masyarakat
bertambah secara berlipat sebagai akibat tambahan netto pada investasi riil.
Dengan kata lain, disini sudah mulai terlihat paham tentang multiplier sebagaimana akan dikembangkan puluhan
tahun kemudian oleh Keynes dan para pengikutnya. Dalam kerangka pemikiran
Tugan-Baranowski masalah ini belum ditanggulangi secara lengkap tuntas karena
tidak ditemukan atau dikembangkannya paham mengenai hasrat marginal
berkonsumsi.
Ekspansi kegiatan ekonomi dibiayai dari tiga sumber : (1) tabungan dan
cadangan yang tersedia yang belum digunakan; (2) tabungan berjalan dari
peningkatan pendapatan; (3) kredit perbankan yang menjadi semakin longgar.
Produksi barang modal riil mulai berkurang dan akan berakhir pada tahap
dimana sumber dana pembiayaan semakin menciut, khususnya dari kredit perbankan.
Krisis dibidang industri terjadi setelah adanya krisis finansial. Namun
menurut pendapat Tugan-Baranowski, kesulitan moneter bukan menjadi sebab
utamanya, melainkan merupakan fenomena sekunder sebagai akibat dari ebab yang
lebih mendasar. Hal terakhir ini berkenaan dengan ketidakseimbangan dan
disproporsionalitas antara akumulasi sumber daya produktif dan kemampuan untuk
berkonsumsi.
Krisis yang disusul oleh resesi dan pada gilirannya menjurus ke depresi
berarti kegiatan ekonomi semakin berkurang dan menurun sampai tingkat yang
rendah dan tertekan. Hal itu menyebabkan adanya ketidakseimbangan dan
ketimpangan dalam alokasi dan penggunaan sumber daya produksi secara
proporsional diantara berbagai sektor ekonomi dan berbagai ragam industri.
Dengan kata lain, terjadi distorsi dalam alokasi atau pola penggunaan sumber
daya produksi. Ada beberapa jumlah cabang ekonomi dimana dialami produksi yang
berlebihan, ada cabang-cabang lain dimana dirasakan kekurangan produksi. Dalam
keadaan demikian, keseimbangan antara penawaran agregatif dan permintaan
agregatif juga menjadi goncang. Hal itu menyebabkan apa yang oleh
Tugan-Baranowski dimaksud sebagai “kelebihan produksi diatas kemampuan
berkonsumsi”. Tetapi pengertian tersebut harus dianggap dalam arti relatif, karena
menunjuk pada ketimpangan dalam penggunaan sumber daya produktif diantara
sektor-sektor ekonomi. Dari segi lain, hal ini juga dapat dilihat sebagai
ketimpangan antara tabungan dan investasi.
Semua itu
mengakibatkan timbulnya kesulitan dibidang uang dan kredit. Faktor lain yang
mempertajam disparitas dan distorsi dalam proses produksi dan konsumsi ialah
terjadinya banyak spekulasi dikala kegiatan ekspansi semakin meningkat.
Kelak suatu keseimbangan yang baru hanya bisa tercapai dengan tersisihnya
sebagian peralatan modal di sektor-sektor yang mengalami ekspansi secara
berlebihan (menjadi usang atau berkarat sehingga kehilangan arti ekonomis dan
teknis).
Keadaan stagnasi umum menyusul tahap ekspansi. Siklus ekonomi beralih dari
tahap kemakmuran menjadi resesi dan menuju tahap depresi. Dalam tahap depresi
itu, kemudian akan terjadi lagi akumulasi sumber dana pembiayaan. Tersedianya
dana modal tersebu akan mendorong penggunaannya dalam investasi barang modal.
Hal ini memulihkan keadaan ekonomi dan membangkitkan kegiatan usaha ke arah
tahap ekspansi yang kemudian menuju ke titik puncaknya. Terjadilah krisis lagi
dan keadaan berbalik menjadi resesi menuju depresi. Dengan begitu siklus
kegiatan ekonomi berjalan menurut suatu gelombang yang baru.
Fakor strategis dalam penentuan siklus ekonomi terletak pada pihak
investasi, dan bukan pada pihak konsumsi. Fluktuasi pada volume dan tingkat
investasi mempengaruhi dan mengendalikan siklus kegiatan ekonomi, sedangkan
konsumsi menaik dan menurun sebagai respons dan reaksi terhadap gerak kegiatan
tersebut.
Menurut Tugan Baranowski terjadi banyak fluktuasi pada tingkat investasi.
Sebaliknya tabungan dari pendapatan relatif konstan dan tidak mengalami banyak
perubahan.
Dalam tahap ekspansi, investasi melebihi tabungan
berjalan (current
savings), yaitu tabungan yang disisihkan dari pendapatan yang sedang diterima
dalam jangka waktu tertentu. Permintaan untuk investasi yang melampaui tabungan
berjalan menimbulkan kesenjangan. Kesenjangan tersebut diisi atau dilengkapi
dengan dilepaskannya cadangan dan/ atau tabungan dari zaman sebelumnya atau
karena diperoleh kelonggaran dalam kredit perbankan.
Sebaliknya pada tahap depresi, investasi menjadi berkurang dan jatuh
dibawah tabungan berjalan. Sisa kelebihan tabungan ini dimasukkan ke dalam
persediaan cadangan dana atau digunakan untuk pembayaran kembali utang-utang
kepada bank.
Oleh Tugan-Baranowski belum dijelaskan secara memuaskan tentang faktor apa
dan pertimbangan yang mana yang sebenarnya menyebabkan awal mulanya peningkatan
investasi yang mendorong kegiatan ekonomi ke tahap ekspansi. Sebaliknya, apa
sebabnya volume dan tingkat investasi itu pada suatu waktu akan menurun ?
Dalam teori Tugan-Baranowski investasi meningkat karena didorong terutama
oleh pihak yang memiliki atau menguasai dana yang sedang bertambah. Pihak
terakhir itu mencari peluang untuksaluran
investasi (investment
outlet) dan berhasrat memberi pinjaman.
Akan tetapi dalam kerangka pemikirian ini kurang diperhatikan bahwa selain
dorongan dari pihak pemilik dana modal, mungkin sekali juga ada semacam pull, sikap hasrat dari pihak pengusaha untuk
menarik dan mengerahkan dana modal. Satu sama lain karena pertumbuhan ekonomi
yang meningkat, atau meluasnya pasaran karena penduduk bertambah dengan
pendapatannya meningkat, ataupun (mungkin yang paling penting) karena
perkembangan teknologi yang baru.
Penjelasan Tugan-Baranowski mengenai kendala terhadap berlangsungnya
investasi ialah karena pada suatu tahap sumber dana pembiayaan menjadi semakin
langka dan dilakukan pembatasan atau pengurangan kredit oleh pihak perbankan.
Hal tersebut menyebabkan investasi menurun. Akan tetapi tidak disebut oleh
Tugan-Baranowski tentang kemungkinan semakin langkanya kesempatan untuk
menyalurkan dana ke dalam investasi karena oleh pihak pengusaha dianggap sudah
kurang menarik. Atau dengan menggunakan istilah “modern” (Keynes) karena
menurunnya efisiensi marginal dari investasi modal.
Segi permasalahan yang diungkapkan di atas mengenai sebab utama baik
menaik-menurunnya (hasrat) investasi dirasakan sebagai kekurangan pokok dalam
analisis Tugan-Baranowski.
Arthur Spiethof, dengan bukunya Krisen dalam Handwörterbuch der Staatswissenschaften (1925)
seorang pakar ekonomi bangsa Jerman melengkapi dan memantapkan kerangka dasar
pemikiran yang sebelumnya diletakkan oleh Tugan-Baranowski. Hal itu menyangkut
satu bagian yang penting yang justru belum terampung secara memuaskan oleh
Tugan-Baranowski, yakni segi permintaan (akan dana modal) untuk investasi dalam
pembuatan barang modal tetap. Dalam gagasan Tugan-Baranowski gerak
menaik-menurunnya kegiatan ekonomi berkaitan dengan tersedianya atau
terbatasnya dana pembiayaan; jadi, dari pihak pasok
dana modal.
Sebaliknya Spiethof menitikberatkan pada peran investasi yang bersumber
dari pihak permintaanakan dana investasi untuk digunakan
dalam produksi barang modal tetap. Spiethof sendiri memang
beranggapan bahwa pemikirannya dan pemikiran Tugan-Baranowski saling
melengkapi. Tugan-Baranowski menekankan faktor dorongan (push) yang datang dari
pihak pemilik atau pengelola dana untuk mencari peluang saluran investasi.
Sedangkan Spiethof lebih mementingkan adanya daya
tarik(pull) dari pihak para usahawan yang terwujud pada
permintaannya akan dana modal untuk investasi produksi barang modal.
Tahap ekspansi dan tahap depresi dalam siklus ekonomi bersangkutpaut dengan
meningkatnya dan berkurangnya produksi barang modal tetap. Bisa saja
perkembangan tersebut disertai oleh banyaknya atau langkanya sumber dana
pembiayaan. Namun, hal itu adalah sekunder. Tahap ekspansi berawal dari
perkembangan teknologi (penemuan-penemuan baru) dan/ ataupun oleh pembukaan
kawasan-kawasan teritorial baru, baik dalam benuanya sendiri atau di
belahan-belahan lainnya di dunia.
Satu sama lain menciptakan peluang bagi produksi barang modal sehingga menimbulkan
permintaan akan dana modal untuk digunakan sebagai investasi dalam produksi
barang modal yang bersangkutan. Kegiatan ekspansi kemudian semakin meluas dan
menuju ke tingkat yang tinggi. Pada tingkat inilah peluang-peluang untuk
investasi baru menjadi semakin terbatas; tambahan pada barang modal kurang ada
gunanya dan secara ekonomis menjadi kurang menarik.
Dengan istilah “modern” (Keynes-Hansen) pada tahap itu hal efisiensi
marginal dari (investasi) modal sudah menurun. Memang kemungkinan besar bahwa
di sisi lain pada saat tersebut sumber dana pembiayaan juga semakin berkurang.
Namun faktor yang lebih menentukan ialah pertimbangan dan minat yang semakin
menurun pada pihak usahawan untuk menggunakan dana modal karena peluang
investasi sudah menjadi terbatas dan investasi baru kurang menarik dalam
imbalan jasanya.
Dalam tahap depresi berlangsung akumulasi dalam sumber dana pembiayaan yang
semakin bertambah. Akhirnya dikala kegiatan ekonomi sudah berada pada tingkat
yang rendah, maka akan ada dorongan dari pihak pemilik/ pengelola dana untuk
menyalurkan dana itu dengan mencari berbagai peluang investasi. Dengan
tersedianya banyak dana modal, tingkat bunga juga menurun. Namun, hal itu belum
menjamin bahwa investasi riil dengan sendirinya akan meningkat secara berarti.
Untuk itu harus ada perangsang khusus bagi pengusaha/ calon investor untuk
melakukan investasi secara besar-besaran dalam produksi barang modal.
Perangsang yang dimaksud lazimnya timbul dengan penemuan-penemuan baru dalam
perkembangan teknologi dan/ atau dengan perluasan pasar, baik di wilayahnya
sendiri maupun dengan membuka/ menguasai/ merebut kawasan-kawasan geografis
baru dalam benua-benua lain.
Perkembangan dalam tahap akhir ekspansi dikala kegiatan ekonomi sudah
mendekati titik baliknya menjurus ke resesi dan depresi, sering dipertajam oleh
gerak-gerik spekulasi yang berlebihan yang disertai oleh goncangan harga.
Sementara itu, dibawah permukaan gejala spekulasi dan goncangan harga,
sebab-musabab mendasar bagi menaik-menurunnya kegiatan ekonomi berkisar pada
dua faktor yang telah disebut tadi : (1) permintaan akan (investasi) barang
modal riil menjadi inelastis, disertai oleh (2) persediaan dana modal menjadi
langka.
Dalam kerangka pemikiran Tugan-Baranowski nampaknya akumulasi dana dianggap
berlangsung secara tetap/ konstan. Akumulasi dana tersebut semakin didorong ke
berbagai saluran investasi dalam produksi riil barang modal.
Di pihak lain, permintaan untuk investasi tidak berjalan secara reguler
atau konstan. Dikala ekspansi semakin meningkat, permintaan untuk investasi
melampaui persediaan dana yang relatif menjadi langka. Ketimpangan tersebut
menjadi kendala terhadap berlangsungnya investasi sehingga perkembangan akan
berbalik menjadi resesi dan depresi.
Dalam pandangan Spiethof, justru dipersoalkan apa sebabnya permintaan untuk
investasi tidak berjalan secara mulus, sehingga penyaluran dana juga tidak
lancar. Penjelasan Spiethof ialah karena permintaan tersebut dipengaruhi oleh
dua faktor yang memang dalam sifatnya tidak pernah berjalan secara reguler,
yaitu perkembangan teknologi dan pembukaan kawasan geografis-teritorial yang
baru. Karena kedua faktor tersebut tidak reguler, terjadilah fluktuasi
(perubahan menaik-menurun) pada perminaan akan investasi. Fluktuasi pada
investasi itu menyebabkan gerak kegiatan ekonomi secara bergelombang :
investasi merupakan faktor dinamika dalam siklus ekonomi.
5. Investasi, Tekhnologi, Inovasi; Peranan Entepreneur :
Joseph A. Schumpeter ( 1883 – 1950)
Joseph Schumpeter, dengan bukunya Theorie
der Wirischafilichen Eniwicklung ( 1912), terjemahan dalam bahasa
Inggris Theory of economic Development( 1934 );
Business cycles, 2 Vols ( 1939);History of
Economic Analysis (1954), kelahiran bangsa Austria,
mula-mula pakar di pusat ilmu ekonomi di Wina yang terkenal pada akhir abad XIX
dan selama beberapa dasawarsa abad XX ini (dikenal sebagai mazhab Austria). Kemudian dalam dasawarsa ’30
sebelum peter, bersama banyak ilmuwan terkemuka di berbagai bidang ilmu
pengetahuan, meninggalkan eropa sehubungan dengan perkembangan politik
menjelang Perang Dunia II. Schumpeter pindah ke Harvard University,
Amerika Serikat, di mana oa menjadi salah seorang pengajar dan pemikir ekonomi
utama yang sangat menonjol sampai wafatnya di tahun 1950
Schumpeter adalah seorang ilmuwan besar dengan cakrawala pandangan luas
yang tidak terbatas pada bidang ekonomi, melainkan mencakup ilmu – ilmu
filsafah, sejarah, sosiologi, sastra, statistic. Satu sama lain sangat menonjol
dalam pendekatannya terhadap masalah – masalah ekonomi. Pandangaanya didasari
oleh pemikiran filsafah yang mendalam dan ditandai oleh paduan antara pangkal –
pangkal haluan ekonomi-sosiologi-sejarah-statistik. Karya-karya ilmiah
Schumpeter di bidang ekonomi meliputi teori pembangunan, teori siklus ekonomi,
tinjauan sejarah pemikiran ekonomi, studi perbandingan berbagai system ekonomi,
dsb. Sebagai pakar ekonomi arti dan bobot Schumpeter adalah setingkat dan
sejajar dengan John Maynard Keynes.
Tinjauan kita disini dipusatkan dan dibatasi pada serangkaian pemikiran
Schumpeter yang menyangkut siklus ekonomi.Gagasan Juglar dan kerangka landasan
analisis Spiethof dikembangkan lebih lanjut oleh Schumpeter, dan disempurnakan
serta dilengkapi oleh sebuah konsep baru dalam kajiannya tentang hakikat dan
sifat gerak gelombang dalam proses ekonomi. Konsep baru yang dimaksud mencakup
inovasi ( Innovation;dalam bahasa asli Schumpeter
sedianya digunakan istilahneue Kombinationen) dan
peranan entrepreneur yang menjadi factor penggerak inovasi.
Fenomena gelombang menaik dan menurun dalam perkembangan ekonomi ada
sangkut pautnya dengan pasang-surutnya arus inovasi. Paham inovasi itu harus
dibedakan dari hal penemuan tekhnik baru ( yang disebut sebagai invention).
Pengertian kata innovation adalah lebih luas. Menurut definisi Schumpeter
inovasi mengungkapkan perkembangan fungsi produksi ( production function)
yang baru sana sekali, dalam arti tersusunya suatu kombinasi baru ( neue
kombinationen) dalam penggunaan factor – factor produksi—baik secara
kuantitatif maupun kualitatif – dalam proses produksi. Pengertian inovasi tidak
hanya mencakup tekhnik produksi yang baru, melainkan juga jenis komodity
baru ataupun bahan material yang baru dalam produksi, organisasi usaha yang
baru, pembukaan pasaran yang baru. Boleh dikatakan, seakan- akan inovasi
mencerminkan suatu “loncatan” dari fungsi produksi yang lama ke fungsi produksi
yuang baru. Kurva tingkat biaya marjinal tidak berlaku lagi ( menjadi using),
dengan adanya kurva yang baru yang berkaitan dengan terselenggaranya suatu
inovasi. Dengan kata lain,
inovasi berarti suatu pergeseran (shift)
pada produktivitas marginal.
Bahwasannya dalam keadaan tertentu secara potensial ada kemungkinan ataupun
peluang untuk inovasi bukanlah berarti bahwa proses dan usaha inovasi dengan
sendirinya akan terwujud dalm kegiatan praktis-operasional. Disinilah munculnya
arti dan peranan entrepreneur ( wirausaha) dalam gerak kegiatan
ekonomi yang ditandai oleh adanya arus inovasi baru dalam perkembangan nya.
Penemuan – penemuan baru dalam bidang teknologi pada dirinya belum menyebabkan
tumbuhnya ekspansi dengan kegiatan ekonomi yang miningkat dan meluas. Inovasi
hanya terjadi dengan peranan dan perilaku sekelompok oknum usahawan yang
mempunyai cirri kepeloporan yang khas dalam pengelolaan usahanya, sehingga mereka
itu tergolong kedalam kelompok wirausaha. Kelompok yang dimaksud sangat
terbatas dalam jumlahnya, dalam keadaan apapun dan di zaman apapun .
Tabiat dan sifat seseorang wirausaha ialah kemampuan nya, kecerdasaannya
dan keberaniannya yang di topang oleh ketetapan hatinya dan keteguhan jiwanya
untuk melancarkan usaha yang serba baru dengan melihat kepada kemungkinan –
kemungkinan potensial di masa depan dan berhasil menjelmakannya menjadi
kenyataan efektif.
Hanya segelintir oknum manusia yang jumlahnya sedikit sekali di
antara kalangan pengusaha yang memiliki cirri – cirri khas serupa itu. Selain
itu, Para wirausaha juga harus berhasil untuk mengerahkan dana modal secara
besar-besaran guna menunjang rencana usahanya . Hal ini bukan sesuatu yang mudah,
karena biasanya pihak banker, finansir, dan calon investor bersikap skeptic dan
ragu – ragu terhadap setiap sesuatu yang bercorak baru, yang sebelumnya belum
cukup dikenal.
Harus diperhatikan bahwa dalam alam pikiran Schumpeter pengertian wirausaha
itu berlainan sekali dan harus di bedakan dari pengertian ‘pengusaha’.
Keunggulan seorang usaha terletak pada sikap jelinya atas kemungkinan potensial
yang terbayang dalam perkembangan masa depan, kemudian mampu merintis dan
mengatur inovasi ( menempuh pola baru dalam penggunaan sumber dana dan daya
produksi dalam suatu kombinasi optimal yang baru pula). Sehingga, segal sesuatu
itu menjadi realitas dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Pengaturan
dan penyelenggaraan inovasi dengan sendirinya mengandung banyak resiko dan
ketidakpastian. Di sinilah menonjol segi yang amat penting pada peranan dan
tanggung jawab seorang wirausaha.Sebab, dalam hubungan ini harus dibedakan pula
secara tajam antara resiko ( risk) dan ketidak pastian .resiko adalah sesuatu
yang biasa dihadapi dan dialami dalam dunia usaha dan pengusahaan.tetapi resiko
dapat ditampung melalui asuransi dan hal itu juga sudah lazim dilakukan dalam
kelembagaan asuransi. Sehingga dengan begitu risiko dapat diperhitungkan
sebagai salah satu komponen biaya usaha.lain halnya dengan segi ketidakpastian,
tidak dapat ditampung dalam asuransi, karena biasanya lembaga – lembaga
asuransi itu tidak bersedia menampung hal-hal yang mirip dengan perkembanmgan
yang tidak pasti.
Factor ketidakpastian itulah yang seluruhnya harus dipikul oleh wirausaha.
Wirausaha menjadi penanggung jawab akhir .kalau ketidak pastian itu ternyata
dapat ditanggulangi dan teratasi dan inovasi yang deselenggarakan wirausaha
berhasil, maka hasil usahanya sangat besar. Sebaliknya jika usahanya mengecewakan,
maka segala akibatnya ( sampai keruntuhan sekalipun) adalah tanggung jawab
wirausaha.
Pada mulanya yang muncul bergerak hanya terbatas pada seorang atau
sekelompok kecil wirausaha yang menyelenggarakan inovasi usaha dan juga dapat
meyakinkan pihak banker/finansir/calon investornya untuk memberikan dukungan
dengan penyediaan sumber dana pembiayaan yang cukup besar.kelak begitu
kelihatan bahwa usaha kelompok wirausaha itu menunjukkan kemajuan dengan hasil
usaha yang nyata, biasanya jejak langkah wirausaha itu serentak diikuti oleh
sejumlah banyak pengusaha yang secara berbondong – bonding berminat untuk
berkecimpungan dalam bidang usaha yang serupa.
Pengusaha gelombang kedua biasanya tidak mengalami banyak kesulitan untuk
mendapat bantuan dana berupa pinjaman bank dan/atau kesediaan calon investor
untuk ikut serta dalam modal saham usaha. Sebab, pada tahap itu tampaknya pihak
pemilik/pengelola dana sudah lebih tenteram dan merasa lebih aman untuk
menyalurkan dananya ke bidang usaha yang bersangkutan.
Fenomena tersebut, yaitu gerak prakarsi yang diperkasai oleh
wirausaha atau sekelompok wirausaha dan berikut disusul oleh sejumlah banyak
pengusaha secara berbondong-bondong, satu sama lain secara bersama
menjadi tahap ekspansi dalam siklus ekonomi.
Kejadian-kejadian inovasi tidak berlangsung menurut suatu pola yang kontinu
dan regular. Justru terdapat diskontuinitas dalam munculnya inovasi disertai
oleh gerak kegiatan ekomnomi yang meningkat dan meluas sebaliknya perkembangan
yang bersangkutan sewaktu-waktu bias menjadi tersendat-sendat.
Gerak kegiatan usaha sewcara missal itu berlangsung secara kumulatif.
Iklim usaha dan suasana umum ekonomi masyarakat menjadi semakin optimis dan
mendorong laju ekspansi secara berlebihan sehingga perkembangan ekonomi mencapai
titik baliknya dan berubah menjadi resesi dan depresi.
Terdapat prbedaan pandangan antara Schumpeter disatu pihak dan
Spiethof – Tugan Baranomski dipihak lain mengenai sumber awalnya tahap ekspansi
maupun mengenai sebab dan sifayt berakhirnya ekspansi.
Dalam hubungan ini, Schumpeter mendukung pendapat Juglar yang mengatakan
bahwa sebab utama timbulnya resesi dan depresi adalah perimbangan-perimbangan
keadaan yang sebelumnya sudah terkandung di dalam ekspansi dan prosperity.
Dalam penfsiran Schumpeter, hal itu berarti tidak lain dari tahap depresi
yang merupakan suatu reaksi dari suatu tat susunan ekonomi terhadap kegiatan
ekspansi yang dalam perkembangannya ditandai oleh berbagai rupa ketimbangan.
Dengan kata lain, suatu proses adaptasi terhadap ketimbangan-ketimbangan
keadaan (beserta ketimpangannya)yang tercipta seelumnya dalam tahap ekspansi.
Suatu inovasi yang disertai gerak kegiatan usaha secara missal
bagaimana pun juga dirasakan sebagai semacam kejutan dan gangguan
terhadap keadaan yang sedang berlangsung. Serangkaian kejutan san gangguan
tidak jarang menggoyangkan kerangka susunan ekonomi yang berlaku dan
memaksa adanya proses adaptasi(perubahan yang bersifat penyesuaian). Depresilah
yang dalam siklus ekonomi menjadi tahap berlangsungnya adaptasi yang
dimaksud.
Sejarah ekonomi modern sejak zaman kapitalisme industry senantiasa
ditandai oleh goncangan-goncanagan yang mengganggu struktur ekonomi yang
berjalan. Terlaksannya inovasi dalam perkembangan ekonomi tidak segera
mewujudkan keadaan ekuilibrium yang daru. Proses penyesuaian memerlukan waktu.
Dalam perkembangan ekspansi banyak hal yang baru yanga diterapkan dan harus
diserap kedalam system ekonomimasyarakat. Tetapi dalam proses serupa itu juga
terjadi banyak likuiditas usaha.
Resesi menjurus ke depresi dikala kekuatan-kekuatan mengarah ke
ekuilibrium(baru)tidaka sekuat serangkaian factor gangguan terhadap kostelasi
(kerangka perimbangan-perimbangan keadaan)ekonomi yang berlangsung.
Masa depresi dapat ditafsirkan sebagai tahap sebagaimana sedang berjalan
akomodasi terhadap situasi ekonomi industry yang baru. Situasi baru itu pada
hakikatnya merupakan akibat dan konsekuensi dari inovasi-inovasi yang
sebelumnya terselenggarakan dalam tahap ekspansi, sedangkan inovasi-inovasi itu
sering dirasakan sebagai kejadian-kejadian yang timbul secara tiba-tiba. Dalam
proses adaptasi dan akomodasi yang dimaksud diatas, tidak dapat dihindarkan
reorganisasi dalam struktur produksi dan pendapatan maupun dalam, pembentukan
harga. Satu sama lain harus disesuaikan pula dengan perubahan-perubahan yang
menyangkut pola tingkat permintaan.
Pola perkembangan keasaan serupa itulah yang merupakan inti pokok sesuatu
periode depresi. Dalam proses yang bersangkutan dialami banyak goncangan,
kerugian, rintangan, bahkan kesengsaraan.
Kelangsungan depresi akan mencapai suatu tahanp dimana kegiatan ekonomi
berada pada tingkat yang sangat rendah dan dalam keasaan yang tertekan.pada
tahap itu juga terjadi akumulasi kekuatan-kekuatan produktif beserta akumulasi
dan modal yang tersedia tetapi tidak digunakan. Keadaan tersebut pada
gilirannya menguntungkan untuk mealakukan inovasi berdasrkan komninasi baru
yang lebih optimal dalam penggunaan sumberdaya produktif dan dana modal.
Pandangan schumpeter mengenai gerak gelombang kegiatan ekonomi yang
intisarinya di ungkap di atas pada asasnya merupakan suatu teori siklus ekonomi
yang didasarkan atas serangkaian dinamika yang bersifat endogen. Sebab dalam
kerangka pemikirannya factor-faktor kekuatan yang menyebabkan naik turunnya
kegiatan ekonomi secara bergelombang seakan-akan inherent (melekat) di
dalam tat susuna ekonomi. Artinya tata susunan didalam dirinya sudah
mengandung factor-faktor dinamikanya.
Dinamika yang dimaksud berkaitan dengan kekuatan yang terletak pada inovasi
dan peran wirausaha. Dalam perkembangan ekonomi, suatu waktu muncul
kelompok-kelompok wirausaha yang mengerahkan inovasi dan yang selanjutnya
membawaperubahan dalam kontelasi ekonomi. Dengan kata lain, dalam kerangka
garis pemikiran ini peran wirausaha dan inovasi dianggap sebagai factor
dinamika yang sudah terkandung dan melekat didalam tat susunan ekonomi
masyarakat.
Menurut hemat penulis, disni terdapat suatu kelemahan dalam gagsan
Schumpeter. Betapun kerangka susunan pemikiran Schumpeter
menakjubkan dalam kekuata menalarnya dan luas sudut pandangnya, gerak gelombang
dalam perkembangan ekonomi bukan hasil atau akibat semata-mata dari peran
wirausah san inovasi(disertai investasi sebesar-besarnya) yang seolah olah
melekat pada suatu organisme ekonomi. Satu sama lain harus dilihat dalam
rangka perubahan structural yang lebih luas, tidak hanya dalam hal teknologis
ekonomis, melainkan dalam seluruh masyarakat sekitar secara multidimensional.
Factor-faktor yang bersumber dari luar tat susunan ekonomi sering dominan dampaknya
terhadap pola dan arah perkembangan ekonomi, khusunya bila dilihat sebagai
gerak kecenderungan jangka panjang(gelombang kondratif).
Sejarah prekonomian dunia baik yang menyangkut perekonomian Negara-negara
yang dewasa ini maupun perekonomian Negara-negara yang kini sedang membangun,
menandakan betapa perkembangan dibidang ekonomi selalu mendapat stimulans
atau dorongan ataupun juga gangguan dari serangkaian factor yang bersifat
eksogen. Kekuatan-kekuatan eksogen itu sangat mempengaruhi, kadang-kadang
menentukan, konstelasi ekonomi dalam kelangsungannya. Dalam proses tersebut
terjadi suatu interaksi antara dinamika eksogen dan dinamka endogen . perbedaan
interaksi yang dimaksud tadi antara factor dinamika eksogen dan factor
dinamika endogen dalam perbedaan ekonomi tidak atau kurang menonjol dalam
pandangan Schumpeter.
6. Peranan Perilaku Konsumen Dalam Siklus Ekonomi – Albert
Aftalion (1874- ?)
Albert Alfation, dengan bukunya les crises periodiques de
surproduction, 2 vols. (1913) adalah seorang pakar ekonomi bangsa Perancis. Ia
melakukan sejumlah studi empiris mengenai perkembangan harga, upah, tingkat
bunga, laba, biaya produksi dan produktivitas. Berdasarkan hasil pengamatan dan
penelitiannya, dalam siklus ekonomi yang menyangkut produksi barang konsumsi,
bahan baku dan barang modal.
Dalam perkemnangan pemikiran dalam siklus ekonomi, aftalion sangat
sipengaruhi oleh Tugan – Baranowski dan Spiethof. Alfation mendukung pendapat
Tugan – Baranowski dan Spiethof yang mengatakan bahwa naik turunnya kegiatan
ekonomi dalam masyarakat ditandai oleh fluktuasi pada produksi barang modal
tetap. Akan tetapi aftalion berbeda pendapat mengenai sebab yang mendasari
fluktuasi yang dimaksud. Ia tidaka setuju dengan anggapan bahwa fluktuasi
pada investasi barang modal ditentukan oleh tersediannya volume dana modal yang
penempatannya hendak disalurkan kedalam investasi riil. Sebagaimana hal itu
diungkap sebagai tema pokok dalam analisis Tugan – Baranowski dan sebagai segi
pelengkap dalam gagasan Spiethof.
Pokok pendirian Aftalion adalah bahwa fluktuasi investasi ditentukan oleh
dinamika yang bersumber pada perubahan permintaan konsumen.Keputusan untuk
mengadakan investasi didasarkan atas ekspektasi para pengusaha. Ekspektasi tersebut berkaitan dengan
permintaan yang datang dari pihak konsmen. Nilai harga barang modal diperoleh
atau tersimpul dari nilai harga barang konsumsi yang dihasilkan oleh barang
modal yang bersangkutan . dalam suatu pergaulan hidup, tujuan semua produksi
pada asasnya adalah konsumsi. Perubahan akan permintaan pada barang modal hanya
dapat dijelaskan dalam hubungannya dengan factor-faktor pada kebutuhan konsumen
dan permintaan yang timbul dari kebutuhan konsumen itu.
Berakhirnya tahap kegiatan ekspansi bukanlan disebabkan oleh dana modal
pembiayaan yang semakin langka. Tahap ekspansi akan berakhir menurut Aftalion,
oleh karena itu jumlah konsumsi sudah demikian banyak sehingga permintaan
konsumen sudah menjadi jenuh. Berkurangnya permintaan akan barang konsumsi pada
gilirannya akan mengurangi hasrat dalam dunia usaha untuk membuat peralatan
modal yang baru. Jadi, berkurangnya permintaan akan produk akhir akan
mengurangi dan akhirnya menghentikan produksi barang modal tetap.
Semakin bertambahnya barang modal tetap, faedah yang diperoleh dari barang
modal tersebut semakin cenderung menurun. Hal itu disebabkan oleh dua hal yaitu
:
1. Saat jumlah barang modal bertambah, semakin berkurang juga kemungkinan
untuk menggantikan factor-faktor produksi lainnya oleh peralatan modal.
2. Karena produksi barang konsumsi semakin bertambah, baik dalam jumlahnya
maupun dalam jenisnya, maka nilai barang-barang konsumsi menjadi menurun
dibandingkan dengan biayaproduksi dalam pembuatan barang modal.
Faedah marginal barang-barang konsumsi menurun disebabkan oleh semakin
besarnya penawarannya. Harga barang konsumsi menurun dan dengan begitu menurun
pula nilai peralatan modal yang menghasilkan barang konsumsi, dibandingkan
dengan biaya barang modal yang bersangkutan. Faedah maginal barang konsumsi
jatuh karenapersediaannya dan penawarannya terlalu berlebihan, dibandingkan
dengan tingkat permintaan yang ada dalam keadaan tertentu dan pada suatu
tahap tertentu.
Dalam teori aftalion, diungkapkan adanya semacam gerak berirama dalam
ekspektasi pada pihak para pengusaha yang terlibat dalam proses produksi.
Kadang mereka terbawa oleh keadaan atau suasana terlalu optimis, kadang kala
juga dihinggapi oleh persepsi dan perasaan terlalu pesimis.
Perubahan – perubahan pada ekspetasi itu berkaitan dengan tekhnik
produksi dalam masyarakat modern. Tekhnik produksi yang dimaksud didasarkan
atas penggunaan peralatan barang modal tetap.Produksi dan konstruksi barang
modal tu memakan waktu, dari bulanan sampai tahunan. Gerak berirama dalam
ekspektasi tadi dari optimis menjadi pesimis dan sebaliknya, ada sangkut
pautnya dengan factor jangka waktu dalam proses produksi.
Selain itu, sekali peralatan barang produksi itu terpasang, maka usia dan
masa kerja barang modal tersebut juga bisa bertahan selama masa waktu yang agak
panjang
Kerangka pemikiran aftalion mengandung tiga cirri pokok yang berkaitan
dengan sifat dan tekhnik produksi dalam industry zaman modern :
1) Jangka waktu yang diperlukan
dalam perancangan, pembuatan, dan konstruksi barang modal tetap. Hal ini
menyulitkan penyesuaian penawaran barang modal dengan permintaan akhir ( final
demand) yang berubah dalam jumlahnya maupun dalam sifat coraknya.
2) Sekali peralatan barang modal
sudah terpasang, barng modal itu bisa bertahan lama, dalam arti tekhnis
kapasitas kerjanya. Factor ini juga bisa memperpanjang depresi.Akhirnya
peralatan modal menjadi using sehingga kapasitas produksi dalam masyarakat
menurun
3) Fluktuasi yang mungkin
relative kecil pada permintaan akan barang konsumsi akan menyebabkan adanya
fluktuasi yang lebih besar dan lebih luas pada permintaan akan brang modal.
Kini kita lihat bahwa dalam kerangka analisis Aftalion sudah terungkapkan
apa yang kita kenal dalam teori modern sebagai asas acceleration. Asas tersebut
berkaitan dengan “ Permintaan secara tidak langsung” , yaitu, permintaan akan
barang modal secara tidak langsung diperoleh dari permintaan akan barang
konsumsi,principle of derived demand.
Pendapat mengenai fluktuasi pada investasi yang bersumber dari fluktuasi
pada permintaan konsumen merupakan sumbangan pikiran Aftalion yang orginal
dalam perkembangan teori siklus ekonomi. Dalam -hubungan ini pula pendapat
aftalion berbeda sekali dengan pandangan Tugan-Baranowski dan Spiethof. Kedua
pakar yang disebut terakhir ini menunjuk pada peran utama investasi sebagai
sumber awal fluktuasi dalam siklus ekonomi.
Dalam analisis Aftalion disebutkan sebagai factor yang mempengaruhi
perubahan dalam kebutuhan masyarakat (konsumen) dan perubahan permintaan
efektif di pasar ialah yang dinyatakan berikut ini.
1) Pertambahan penduduk menambah
kebutuhan dan keinginan untuk memperoleh barang konsumsi dalam jumlah yang
lebih banyak dan beraneka ragam. Permintaan yang meningkat dan meluas akan
barang konsumsi berkenaan dengan pertambahan penduduk menciptakan permintaan
yang lebih besar akan barang modal.
2) Bertambahnya kebutuhan
masyarakat konsumen ada kaitannya juga dengan penemuan – penemuan baru di
bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kemajuan dalam teknik produksi. Hal
itu meningkatkan produktivitas dan daya beli dalam masyarakat. Selera golongan
konsumen di satu pihak dan produksi untuk memenuhi selera tersebut
di pihak lain mencakup sejumlah barang dalam berbagai jenis dan ragam yang
meluas . sehubungan dengan itu, permintaan dan produksi barang modal melibatkan
perancangan, kegiatan rekayasa, dan pembanguna pabrik-pabrik beserta perangkat
peralatannya yang semuanya bisa menjadi sangat kompleks. Dalam kegiatan itu,
adanya permintaan pasar akan produksi – produk jenis baru dan beraneka rupa menciptakan
permintaan yang besar sekali terhadap barang modal.
3) Segi penting sekitar
permintaan konsumen ialah bukan hanya meningkatnya permintaan, melainkan juga
pergeseran di dalam pola dan komposisi permintaan itu. Dengan pergeseran yang
dimaksud ialah adanya perubahan pada sifat dan corak permintaan terhadap
barang-barang konsumsi walaupun volume dan tingkat permintaan itu mungkin tidak
berubah dalam masyarakat secara menyeluruh. Pergeseran serupa itu secara
tidak langsung tetapi nyata juga mempengaruhi permintaan terhadap barang modal.
Dampak suatu pergeseran dalam permintaan sama penting artinya dibandingkan
dengan naiknya tingkat permintaan.
Dalam masyarakat industry modern, proses dan tekhnik produksi melibatkan
penggunaan peralatan barang modal dalam skala besar dan kompleks. Perubahan
pada permintaan konsumen menyebabkan terjadinya perubahan yang lebih besar lagi
dalam produksi barang modal. Satu sama lain mengandung ramifikasi ( akibat
pengaruh secara bercabang – cabang ) yang meluas terhadap kegiatan ekonomi
masyarakat pada umumnya. Adanya kemampuan produksi untuk menambah jumlah dan
jenis barang konsumsi secara esar-besaran juga mengandung akibat
menurunnya tingkat intensitas marginal pada kebutuhan, yang selanjutnya
mempengaruhi permintaan di pasar yang cenderung menurun,pada tahap itu
terjadi fluktuasi dalam kegiatan ekonomi. Dalam keadaan tertentu, akan terjadi
kelebihan relative mengenai barang konsumsi, sedangkan dalam perkembangannya
berikutnya justru dialami kelangkaan.
Teori aftalion di dasarkan pada kecenderungan semakin menurunnya faedah
marginal perihal barang konsumsi pada umumnya. Aftaliom menunjuk pada
pengalaman empiris betapa sulinya untuk memelihara keadaan ekuilibrium dalam
kontelasi ekonomi . perkembangan ekonomi senantiasa ditandai oleh oscillation (
goyangan keatas dan kebawah )yang mengitari keadaan ekuilibrium. Osilasi itu
merupakan fenomena yang berkaitan dengan proses, tekhik dan sifat produksi
dalam masyarakat modern. Khususnya hal itu menyangkut lamanya waktu yang
diperlukan untuk pembuatan barang modal ( perancangan, rekayasa, konstruksi)
dan panjangnya usia kerja perlatan modal setelah terpasang.bila terjadi goyangn
osilasi di sekita equilibrium, maka akan terjadi keadaan silih berganti
antara kemakmuran dan tahap depresi, yang saling susul menyusul
Selain adanya osilasi dalam perkembangan ekonomi, tekhnik, dan sifat
produksi modern, juga mempengaruhi amplitude, jarak antara puncak gelombang dan
garis titik rata-rata dari goyangan – goyangan. Faktor amplitudo tersebut
menentukan panjang pendeknya masa prosperity dan depresi.
Fluktuasi permintaan tercermin pada harga dan laba, yang menimbulkan
dorongan ataupun yang menjadi pengekang terhadap produksi. Ekspektasi mengenai
permintaan dan produksi lazim didasarkan atas tingkat harga yang berlaku saat
ini dan atas persepsi dan perkiraan tentang perkembangan masa akan dating. Akan
tetapi permintaan dan harga yang berlaku sekarang merupakan indicator
yang sering kurang memadai, karena lamanya waktu pembuatan dan tahap kerja
barang modal dal proses produksi. Perkiraan tentang perkembangan di masa dating
mengandung banyak ketidak pastian, sedangkan penyesuaian dengan perubahan
keadaan tidak dapat dilaksanakan dalam waktu singkat.
Dari uraian diatas ternyata menyatakan bahwa asas permintaan secara tidak
langsung (principle of derived demand) dan peranan acceleration sudah dikenal
dalam karya Aftalion pada awal abad XX. Perubahan dan permintaan akan barang
konsumsi menimbulkan perubahan yang lebih besar dan lebih meluas pada
permintaan akan barang modal. Permintaan akan barang modal tidak hanya
tergantung dari tingkat permintaan akan barang konsumsi, melainkan juga
dari cepat atau lambatnya bertambahnya permintaan. Dengan kata lain permintaan
akan barang modal juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan pada permintaan
akan barang konsumsi.
Mungkin permintaan akan barang konsumsi masih saja bertambah, namun kalau
laju pertambahan itu sudah menurun, maka permintaan akan tambahan netto pada
barang modal mengalami penurunan secara absolute. Di kala permintaanakan barng
konsumsi tidak bertambah lagi ( mengalami stagnasi), maka pada tahap ini tidak
lagi dibutuhkan tambahan baru pada peralatan modal yang terpasang. Dalam
keadaan itu, bagi industru pembuatan barang modal, tidak ada pekerjaan lagi,
selain perawatan ataw pergantian peralatan modal yang sudah terpasang, sampai
peralatan itu sudah menjadi usang / rusak.
Sementara itu, selama ekspansi berlangsung, kegiatan industry barang modal
yang meningkat dan meluas pada dirinya juga menambah volume dan menaikkan
tingkat konsumsi.
Dalam proses pembuatan barang modal, diberikan pekerjaan kepada tenaga
kerja dalam jumlah yang lebih banyak. Hal itu meningkatkan permintaan akan
barang konsumsi. Persediaan barang konsumsi dan peredarannya dalam masayrakat
akan mengalami kelangkaan, kecuali jika produksinya dapat dinaikkan dengan
segera. Untuk sementara, selalu ada masa peralihan ketika permintaan tidak
terpenuhi dan harga barang naik.perkembangan ini semakin dirasakan pada tahap
kapasitas produksiyang terpasang sudah digunakan secara penuh. Dalam
keadaan depresi, berlaku perkembangan yang sebaliknya, kapasitas peralatan
modal yang terpasang tidak sepenuhnya digunakan, sehingga pengangguran terjadi
pada industry barang modal. Hal ini mengurangi permintaan dan pembelian barang
konsumsi, sehingga dirasakan adanya kelebihan relative mengenai barang konsumsi
di pasar yang menyebabkan harga menurun. Pada gilirannya perkembangan ini
membawa dampak yang lebih besar dan lebih luas lagi terhadap kegiatan industry
modal.
Dalam kerangka anlisis dan landasan pemikiran Aftalion seperti dibentangkan
diatas, maka pada tingkat pertama dan terakhir sebab fluktuasi dalam siklus
ekonomi berasal dari perubahan pada permintaan terhadap barang konsumsi
Sumber : http://nanxsu.blog.com/2012/03/25/teori-tentang-siklus-ekonomi/
2. Pengangguran
Upaya perubahan struktural untuk meningkatkan produktivitas dan menciptakan
kesempatan kerja sebagai usaha peningkatankesejahteraan penduduk seringkali tidak
dapat menjangkau seluruh elemen penduduk itu sendiri. Kesempatan dan peluang
yang dimiliki tiap penduduk tentu berbeda satu dengan lainnya. Demikian pula
dalam proses pembangunan, masalah-masalah seperti kemiskinan danpengangguran
merupakan ekses negatif dari pelaksanaan pembangunan seperti juga terciptanya
kesenjangan sosial. Masalah pengangguran umumnya lebih banyak dicirikan oleh
daerah perkotaan sebagai efek dari industrialisasi. Pengangguran terjadi
sebagai akibat dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja, atau tidak mampunya
pasar tenaga kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul
sejumlah pekerja yang tidak diberdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan
akibat tidak langsung dari supply (penawaran) tenaga kerja di pasar tenaga
kerja melebihi demand (permintaan) tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja
yang tercipta.
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur pengangguran adalah Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT). Tingkat pengangguran terbuka umumnya didefinisikan secara
konvensional sebagai proporsi angkatan kerja yang tidak bekerja dan mencari
pekerjaan. Ukuran ini dapat digunakan untuk mengindikasikan seberapa besar
penawaran kerja yang tidak dapat terserap dalam pasar kerja di sebuah negara
atau wilayah. Dalam sub bab ini, analisis pengangguran terutama berkaitan
dengan pengangguran menurut kategori, provinsi, jenis kelamin, pendidikan,
kelompok umur, daerah tempat tinggal, dan analisis pengangguran menurut
beberapa negara. Secara umum, TPT perempuan selalu lebih tinggi dari pada TPT
laki-laki, TPT perempuan tahun 2008 berada pada level 9,7 persen sedangkan TPT
laki-laki berkisar antara 7,6 persen.
Sumber : file:///C:/Users/Gustian/Downloads/pengangguran%20(2).pdf
3. Inflasi dan
Deflasi
A.
Pengertian Inflasi
Banyak pengertian inflasi yang dapat kita jumpai pada beberapa sumber. Diantaranya:
Banyak pengertian inflasi yang dapat kita jumpai pada beberapa sumber. Diantaranya:
v Inflasi adalah kenaikan harga
secara umum
Inflasi
dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga, yaitu adanya kecenderungan bahwa
harga barang meningkat secara terus-menerus.
v Inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah
proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat
harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi
v Inflasi
adalah suatu proses atau peristiwa kenaikan tingkat harga barang-barang secara
umum.
Dikatakan
tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan
jenisnya. Ada
kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak barang lainnya yang justru naik
harganya. Kenaikan satu dua barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila
kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang
lainya.
Definisi Inflasi menurut para ahli :
Ekonom Parkin dan Bade
Inflasi adalah pergerakan ke arah atas dari
tingkatan harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa
juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang
tersebut.
Menurut Nopirin (1987:25)
Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara
terus menerus selama peride tertentu.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:
578-603)
Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum.
Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang dapat
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Rate of inflation (year t) = Price level (year t)- price level (year t-l) rice level (year t-l)
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203)
1) Kenaikan harga
Rate of inflation (year t) = Price level (year t)- price level (year t-l) rice level (year t-l)
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203)
1) Kenaikan harga
Harga suatu
komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi darpada harga periode
sebelumnya.
2)
Bersifat umum
Kenaikan harga
suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak
menyebabkan harga secara umum naik.
3)
Berlangsung terus menerus
Kenaikan harga
yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat,
karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.
B. Macam-Macam Inflasi
1. Berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya
a) Inflasi ringan
Inflasi ringan
atau inflasi merangkak (creeping inflation)adalah inflasi yang lajunya kurang
dari 10% per tahun,inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang
yang selalu berada dalam proses pembangunan.
b)
Inflasi sedang
Inflasi ini
memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat
sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu diingat laju inflasi
ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan riil masyarakat
terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh ,mulai turun dan
kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
c)
Inflasi berat
Inflasi berat
adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga sudah sulit
dikendalikan.Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang
memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
d)
Inflasi liar (hyperinflation)
Inflasi liar
adalah inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini
terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang
tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut
inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion).
2. Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
a) Inflasi karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan (demand full inflation)
a) Inflasi karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan (demand full inflation)
Inflasi ini merupakan inflasi yang disebabkan oleh besarnya permintaan
masyarakat akan barang-barang. Permintaan total yang berlebihan biasanya dipicu
oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi
dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat.
Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan
volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar
juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank
sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank
sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi ini terjadi karena adanya perubahan tingkat penawaran. Kelangkaan
produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan
secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya
ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia
dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan
berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi
nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala
distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat
berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik,
perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu
kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama
dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur
memainkan peranan yang sangat penting.
Jenis inflasi ini dibedakan menjadi dua :
Inflasi yang disebabkan karena kenaikan harga (price push inflation) karena
kenaikan harga bahan-bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya OPEC menaikan
harga minyak;
Inflasi yang disebabkan karena kenaikan upah (wages cosh inflation)
misalnya karena kenaikan gaji pegawai negeri yang diikuti usaha-usaha swasta
pula, maka harga-harga barang barang lain juga ikut naik.Biasanya inflasi
karena kenaikan upah atau gaji sangat ditakuti karena akan bias menimbulkan
inflasi secara berkelanjutan.Karena upah naik, harga-harga akan naik. Karena harga barang naik, maka upah harus
dinaikkan dan ini kemungkinan akan terus berkelanjutan.
3. Inflasi Berdasarkan Asalnya
Inflasi dari segi asalnya dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Inflasi yang berasal dalam negeri seperti defisit anggaran belanja Negara yang terus menerus.
Inflasi dari segi asalnya dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Inflasi yang berasal dalam negeri seperti defisit anggaran belanja Negara yang terus menerus.
Dalam keadaan seperti ini biasanya pemerintah mengintruksikan Bank
Indonesia mencetak uang baru dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan
pemerintah.Selain itu inflasi dari dalam negeri juga dapat disebabkan oleh
adanya gagal panen dan sebagainya.
b)
Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).
Inflasi ini
timbul karena adanya karena adanya inflasi dari luar negeri yang mengakibatkan
naiknya harga barang-barang impor. Inflasi seperti ini biasanya banyak dialami
oleh negara-negara yang sedang berkembang yang notabene sebagian besar usaha
produksinya mempergunakan bahan dan alat dari luar negeri yang timbul karena
dari adanya perdagangan internasional.
4. Kondisi inflasi menurut Samuelson (1998:581),
berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu
1) Merayap {Creeping Inflation)
1) Merayap {Creeping Inflation)
Laju inflasi
yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan
persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
2)
Inflasi menengah {Galloping Inflation)
Ditandai dengan
kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang
relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang arrinya harga-harga
minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya.
3)
Inflasi Tinggi {Hyper Inflation)
Inflasi yang
paling parah dengan dtandai dengan kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan
nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah
mengalami defisit anggaran belanja.
C. Penyebab Inflasi
Inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar.Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasi.
1). Teori Kuantitas
Teori ini adalah
teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya
teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago,
sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist
models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan
(ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.
Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
Inflasi hanya
bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun
giral.
Laju inflasi
juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh
harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
Teori ini hampir sama dengan teori kuantitas keduanya
berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang yang
beredar. Hal ini terlihat karena hubungan antara jumlah uang dan nilai
uang,bila jumlah uang bertambah maka harga-harga akan naik.Ini berarti nilai
uang menurun karena daya belinya menjadi rendah. Menurut teori kuantitas
harga-harga adalah proporsi langsung dari jumlah uang yang beredar atau sering
di tulis sebagai berikut.
P = k . M
Keterangan :
P : tingkat harga
k : proporsi tertentu
M : jumlah uang
Tokoh yang sependapat dengan teori kuantitas adalah
Irving Fisher yaitu yang dikenal Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money).Beliau mengemukakan
rumus untuk membuktikan bahwa jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli akan
sama dengan jumlah uang diterima oleh penjual yaitu :
MV = PT
Keterangan :
M : Jumlah uang yang beredar
V : Kecepatan perputaran uang
P : Tingkat harga
T : Banyaknya transaksi
2). Teori Keynes
Keterangan :
M : Jumlah uang yang beredar
V : Kecepatan perputaran uang
P : Tingkat harga
T : Banyaknya transaksi
2). Teori Keynes
Teori Keynes
memiliki pandangan bahwa yang paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi
nasional adalah permintaan masyarakat (effective
demand), hal ini terkait dengan produksi dan kapasitas produksi
yang tersedia.Rendahnya kapasitas barang yang diproduksi berakibat harga barang
menjadi naik,akibatnya timbul lagi inflasi.
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa
inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap
barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia
(penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap.
Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena
dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan
kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk
menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli
antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya
akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat
yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di
masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu
golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya
beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingg
permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi
supply barang (inflationary gap menghilang)
3). Teori Strukturalis
3). Teori Strukturalis
Teori ini menitik beratkan pada Negara-negara yang sedang berkembang.
Menurut teori ini yang mempengaruhi perekonomian ada dua hal penting yang dapat
menimbulkan inflasi yaitu :
a) Ketidakelastisan Penerimaan Ekspor.
Nilai ekspor tumbuh secara lamban di banding pertumbuhan sector-sektor lain. Adapun penyebabnya yaitu :
Nilai ekspor tumbuh secara lamban di banding pertumbuhan sector-sektor lain. Adapun penyebabnya yaitu :
Dipasar dunia,harga barang-barang ekspor dari negara tersebut semakin
memburuk.
Produksi
barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikan harga.
b) Ketidakelastisan penawaran atau produksi
Bahan Makanan di dalam Negeri.
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan
penduduk dan pendapatan per kapita.Hal ini menyebabkan harga bahan makanan di
dalam negeri cenderung untuk naiksehingga melebihi kenaikan harga barang-barang
lain.Dampak yang ditimbulkan yaitu timbulnya tuntutan karyawan untuk
mendapatkan kenaikan upah dan gaji.Naiknya upah dan gaji menyebabkan kenaikan
ongkos produksi yang memacu kenaikan harga barang pula.
Inflasi dapat disebabkan oleh kombinasi dari empat faktor:
Persediaan Uang yang bertambah The supply
of money goes up.
Supply dari barang yang berkurang
Permintaan terhadap uang tersebut menurun
Permintaan untuk
barang – barang lain naik. (Donny S. Makalew)
D. Pengaruh Inflasi
Inflasi dapat menyebabkan prekonomian tidak berkembang secara normal. Dalam kaitanya dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dapat membawa pengaruh sebagai berikut :
a) Inflasi mendorong penanaman modal spekulatif
Inflasi dapat menyebabkan prekonomian tidak berkembang secara normal. Dalam kaitanya dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dapat membawa pengaruh sebagai berikut :
a) Inflasi mendorong penanaman modal spekulatif
Pada saat inflasi, para pemilik modal cenderung melakukan investasi
spekulatif,misalnya dengan cara membeli tanah,rumah,atau menyimpan
barang-barang berharga yang lebih menguntungkan bila dibandingkan melakukan
investasi produktif yang belum tentu akan memberikan kontribusi positif untuk
selanjutnya.
b) Inflasi menimbulkan
ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan.
Inflasi akan semakin berkembang bila tidak di kendalikan. Gagal
mengendalikan inflasi akan menimbulkan ketidakpastian ekonomi serta sulit di
ramalkan sehingga akan dapat mengurangi kegairahan pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi.
c)
Inflasi menimbulkan masalah neraca pembayaran
Inflasi
menyebabkan harga barang-barang impor lebih murah bila dibandingkan dengan
harga barang produksi dalam negeri.Maka impor berkembang lebih cepat,tetapi
ekspor akan bertambah lambat.Dengan demikian arus modal ke luar negeri akan
lebih banyak dari pada yang masuk ke dalam negeri.Keadaan seperti ini akan
mengakibatkan terjadinya defisit neraca pembayaran dan kemerosotan nilai mata
uang dalam negeri.
E. Akibat Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Secara singkat dapat di pilah akibat buruk dari inflasi tersebut.
1. Kesenjangan Distribusi Pendapatan
Dalam keaadaan
inflasi nilai harta tetap seperti tanah, rumah, bangunan, pertokoan dan
sebagainya akan mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga tersebut seringkali
lebih cepat dari kenaikan inflasi itu sendiri. Sebaliknya pendapatan riil
penduduk berpengahasilan rendah merosot. Dengan demikian maka inflasi
memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan antara anggota-anggota
masyarakat.
2. Pendapatan Riil
Merosot
Bagi masyarakat
yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh
seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas
tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang
pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Dari hal tersebut
biasanya dalam masa inflasi kenaikan harga cenderung selalu mendahului kenaikan
pendapatan.Dengan demikian inflasi cenderung menimbulkan kemerosotan pendapatan
riil sebagian besar tenaga kerja.Ini berarti kemakmuran masyarakat merosot.
3. Nilai Riil
Tabungan Merosot
Bagi masyarakat
yang menyimpan sebagian kekayaannya dalam benatuk deposito dan tabungan di
Bank, dalam masa inflasi nilai riil tabungan tersebut akan merosot, tidak hanya
itu masyarakat yang memegang uang tunai pun akan dirugikan karena penurunan
nilai riilnya. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas
bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit
berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan
pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai
uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
5. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi.
Bila hal ini
terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya
terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya
produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk
meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara
waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen
tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
F. Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi merupakan penyabab keresahan masyarakat dan mengakibatkan kekhawatiran pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat dihapuskan sama sekali.
Inflasi ada yang disahkan (validated),yaitu inflasi yang dibiarkan secara terus menerus karena pemerintah mengizinkan penambahan suplai uang misalnya karena defisit anggaran dengan mencetak uang baru.Jika inflasi yang yang terjadi tidak disertai dengan kenaikan suplai uang ,maka inflasi itu disebut inflasi yang tidak disahkan.
Inflasi dapat menguntungkan orang lain,sehingga menimbulkan ketegangan social.Oleh sebab itu,tiap-tiap Negara berusaha menghindari inflasi dengan melakukan kebijakan-kebijakan.Untuk mengatasi inflasi Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen — salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian — akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh BankIndonesia .
Secara umum terdapat dua kebijakan yang dilakukan untuk menekan laju inflasi diantaranya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
1. Kebijakan Moneter
F. Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi merupakan penyabab keresahan masyarakat dan mengakibatkan kekhawatiran pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat dihapuskan sama sekali.
Inflasi ada yang disahkan (validated),yaitu inflasi yang dibiarkan secara terus menerus karena pemerintah mengizinkan penambahan suplai uang misalnya karena defisit anggaran dengan mencetak uang baru.Jika inflasi yang yang terjadi tidak disertai dengan kenaikan suplai uang ,maka inflasi itu disebut inflasi yang tidak disahkan.
Inflasi dapat menguntungkan orang lain,sehingga menimbulkan ketegangan social.Oleh sebab itu,tiap-tiap Negara berusaha menghindari inflasi dengan melakukan kebijakan-kebijakan.Untuk mengatasi inflasi Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen — salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian — akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank
Secara umum terdapat dua kebijakan yang dilakukan untuk menekan laju inflasi diantaranya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah tindakan atau kebijakan yang diambil oleh penguasa moneter
biasanya bank sentraluntuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan
terjadi perubahan jumlah uang yang beredar yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat. Ada
beberapa macam kebijakan moneter yaitu :
a)
Politik Diskonto
Politik diskonto
(discount policy) adalah politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang
dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat bunga.Dengan menaikan tingkat
bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, karena
orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di Bank dari pada menjalankan
investasi.Sebaliknya,Bank sentral akan menurunkan suku bunga jika timbul
deflasi (yang akan dibahas lebih dalam pada halaman berikutnya).Dengan
diturunkannya suku bunga diharapkan masyarakat akan menarik uangnya dari bank
karena bunga tidak memadai.
b)
Kebijakan Pasar Terbuka
Untuk memperkuat
politik diskonto,kebijakan lain juga di jalankan yaitu dengan politik pasar
terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual
surat-surat berharga.Dengan membeli surat-surat berharga di harapkan uang yang
beredar di masyarakat bertambah,selanjutnya bila apabila dengan menjual
surat-surat berharga diharapkan uang beredar di masyarakat dapat tersedot dari
masyarakat.
c)
Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy)
Bank sentral
pada umumnya menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang
tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan
sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
d)
Perubahan Cadangan Minimum
Perubahan
cadangan minimum yang dimiliki oleh bank-bank umum dapat mempengaruhi jumlah
uang yang beredar.Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan ,jumlah uang
yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan
jumlah uang yang beredar cenderung turun.
2. Kebijakan Fiskal
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
Pengaturan pengeluaran sangat perlu di lakukan. Dalam hal ini diharapkan
penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencaan.Kalau pembelajaan
Negara melampui batas yang telah ditentukan akan mendorong terjadinya
pertambahan uang yang beredar begitu juga sebaliknya.
b)
Menaikan Tarif Pajak
Saat terjadi
inflasi uang beredar lebih banyak.Jumlah uang beredar tersebut dapat dikurangi
dengan jalan menaikan tariff pajak.Jika tariff pajak dinaikkan uang yang
dibelanjakan oleh masyarakat berkurang.Namun harus diperhatikan agar tidak
terjadi ketimpangan atau ketidakadilan perlu diperhatikan golongan masyarakat
mana yang dinaikkan pajaknya.
c)
Mengadakan Pimjaman Pemerintah
Pemerintah dapat
mngadakan pinjaman pemerintah bauik dengan jalan paksaan ataupun tidak,untuk
mengurangi uang yang beredar di masyarakat.Cara yang paling ampuh dilakukan
untuk menyukseskan kebijakan ini yaitu dengan jalan membekukan simpanan yang
dimiliki oleh masyarakat yang ada di bank.Dapat juga ditempuh dengan jalan
memotong gaji pegawai negeri untuk di tabung.
3. Kebijakan
Non-Moneter
a) Menaikan Hasil Produksi
a) Menaikan Hasil Produksi
Kenaikan hasil
produksi dapat memperkecil laju inflasi.Kenaikan hasil produksi dapat dilakukan
dengan cara kebijakan penurunan bea masuk.Hal ini akan berakibat impor barang
meningkat.Pertambahan jumlah barang di dalam negericenderung menurunkan harga.
b)
Kebijakan Upah
Kebijakan upah
adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji tidak sering
dinaikan.Kenaikan gaji dan upah akan menimbulkan kenaikan daya beli.Hal ini
pada akhirnya menaikan permintaan terhadap barang-barang secara
keseluruhan.Apabila hal ini terjadi,maka akan menimbulkan inflasi.
c)
Pengaman harga dan distribusi barang
Pemerintah harus dapat mengendalikan kenaikan harga berbagai macam barang.
Oleh karena itu,pemerintah menetapkan harga maksimum (harga eceran tertinggi),
melakukan pengamanan harga, menetapka sanksi yang cukup berat.Apabila penetapan
harga tidak disertai dengan pengamanan yang baik,maka tidak akan memberikan
hasil yang diharapkan. Namun, kadang-kadang pengamanan harga oleh pemerintah
sering menimbulkan pasar yang tidak diinginkan.(pasar gelap).
G. Menghitung Laju Inflasi
1. GNP Deflator
GNP Deflator
adalah rasio GNP (Gross National Product) nominal pada tahun tertentu terhadap
GNP riil pada tahun tersebut. Hal ini merupakan ukuran inflasi dari periode
dimana harga dasar untuk perhitungan GNP riil digunakan sampai GNP
sekarang.Perhitungan cara ini melibatkan semua barang yang di produksi.
GNP Deflator =
(GNP Nominal : GNP Riil) x 100%
2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI)
2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI)
Indeks Harga
Konsumen berfungsi mengukur biaya pembelian kelompok barang dan jasa yang di
anggap mewakili belanja konsumen. Biasanya, kelompok barang yang digunakan
masyarakat dapat berubah. Hal ini disesuaikan dengan pola konsumsi yang ada.
Inflasi yang
diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran
(berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose –
COICOP), yaitu :
1) Kelompok Bahan Makanan
2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3) Kelompok Perumahan
4) Kelompok Sandang
5) Kelompok Kesehatan
6) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Perbedaan IHK dan GNP Deflator sebagai berikut :
a) GNP Deflator mengukur harga barang lebih besar daripada IHK.
b) IHK mengukur biaya pembelian yang relative sama dari tahun ke tahun.Hal ini tergantung jenis dan jumlah barang yang di produksi.
c) IHK secara langsung mencakup barang impor,sedangkan GNP Deflator hanya mencakup barang yang di produksi dalam negeri.
3. Indeks Harga Produsen (IHP)
1) Kelompok Bahan Makanan
2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3) Kelompok Perumahan
4) Kelompok Sandang
5) Kelompok Kesehatan
6) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Perbedaan IHK dan GNP Deflator sebagai berikut :
a) GNP Deflator mengukur harga barang lebih besar daripada IHK.
b) IHK mengukur biaya pembelian yang relative sama dari tahun ke tahun.Hal ini tergantung jenis dan jumlah barang yang di produksi.
c) IHK secara langsung mencakup barang impor,sedangkan GNP Deflator hanya mencakup barang yang di produksi dalam negeri.
3. Indeks Harga Produsen (IHP)
Indeks Harga
Produsen (IHP) ini mengukur harga barang yang dibeli oleh produsen,yang
meliputi bahan mentah dan barang setengah jadi.IHP juga digunakan untuk
mengukur indeks harga pada awal distribusi.Kenaikan IHP dapat dijadikan tanda
kenaikan IHK.
4. Indeks biaya hidup atau cost-of-living
index (COLI).
5. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
6. Indeks harga barang-barang modal
DEFLASI
A. Pengertian Deflasi
5. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
6. Indeks harga barang-barang modal
DEFLASI
A. Pengertian Deflasi
Dalam ekonomi,
deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai
uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi
akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi
karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Ada pula deflasi didefinisikan sebagai
meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di
masyarakat.
B. Penyebab Deflasi
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab deflasi :
1. Menurunnya Persediaan Uang di Masyarakat.
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab deflasi :
1. Menurunnya Persediaan Uang di Masyarakat.
Menurunnya
jumlah persediaan uang di masyarakat ini cenderung disebabkan karena sebagian
besar masyarakat menyimpan uangnya di bank.Masyarakat menyimpan uangnya di bank
kemungkinan disebabkan oleh tingkat suku bunga yang tinggi karena dapat memberikan
keuntungan yang cukup tinggi.Sehingga dengan demikian persediaan uang yang ada
di masyarakat semakin berkurang.Jika persediaan uang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah barang maka akan dapat menimbulkan deflasi.
2. Meningkatnya
Persediaan Barang
Kadang kala
produksi barang tidak bisa di bendung apabila permintaan barang
meningkat.Produsen cenderung terus meningkatkan produksinya pada saat kondisi
seperti itu.Jika jumlah barang yang diproduksi tersebut tidak habis terjual
kepada konsumen dan produksi tetap dilakukan sedangkan permintaan akan barang
semakin berkurang maka akan dapat meningkatkan jumlah persediaan barang di
masyarakat akibatnya harga barang tersebut semakin menurun karena jumlahnya
banyak.
3. Menurunnya
Permintaan Akan Barang.
Apabila
permintaan akan suatu barang menurun sedangkan produksi tetap dilakukan maka
cenderung hal tersebut akan menurunkan tingkat harga barang yang bersangkutan.
C. Pengaruh dan Akibat Deflasi
1. Penurunan persediaan uang
Deflasi dapat
menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan
depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar
Investasi akan mengalami kekacauan.
2. Memperlambat
aktivitas ekonomi
Dikarenakan
harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda
belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih
jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada
spiral deflasi (deflationary spiral).
3. Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi
adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak
sanggup membayar gaji karyawannya. Dengan demikian pendapatan yang diterima
masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin
berkurang.
4. Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
5. Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
Selain itu juga ada dampak positif dan negatif dari deflasi adalah sebagai berikut.
a) Baik, deflasi akan membuat orang menyimpan uang sehingga uang benar-benar dihargai dan jaminan keamanan sosial politik. Orang akan banyak berinvestasi langsung dan ketersediaan barang terjamin. Akibatnya nilai mata uang akan menguat.
b) Buruk. deflasi akan membuat jatuh nilai properti. Orang lebih suka mendepositokan uangnya di bank atau pasar modal daripada beli properti yang tidak naik. Karena harga terus turun maka produsen cenderung kurang berminat memproduksi barang. Kesempatan kerja berkurang karena banyak PHK. Pajak tidak dapat ditarik oleh pemerintah sehinga pendapata negara berkurang. Kegiatan perekonomian secara keseluruhan mengalami kemunduran.
D. Cara Mengatasi Deflasi
Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhanselamanya.
Hal ini parallel dengan inflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif. Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
Selain itu kebijakan moneter dan fiskal juga dapat di terapkan oleh pemerintah.
1. Kebijakan Moneter
4. Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
5. Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
Selain itu juga ada dampak positif dan negatif dari deflasi adalah sebagai berikut.
a) Baik, deflasi akan membuat orang menyimpan uang sehingga uang benar-benar dihargai dan jaminan keamanan sosial politik. Orang akan banyak berinvestasi langsung dan ketersediaan barang terjamin. Akibatnya nilai mata uang akan menguat.
b) Buruk. deflasi akan membuat jatuh nilai properti. Orang lebih suka mendepositokan uangnya di bank atau pasar modal daripada beli properti yang tidak naik. Karena harga terus turun maka produsen cenderung kurang berminat memproduksi barang. Kesempatan kerja berkurang karena banyak PHK. Pajak tidak dapat ditarik oleh pemerintah sehinga pendapata negara berkurang. Kegiatan perekonomian secara keseluruhan mengalami kemunduran.
D. Cara Mengatasi Deflasi
Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga. Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhanselamanya.
Hal ini parallel dengan inflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif. Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
Selain itu kebijakan moneter dan fiskal juga dapat di terapkan oleh pemerintah.
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah tindakan atau kebijakan yang diambil oleh penguasa moneter
biasanya bank sentraluntuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan
terjadi perubahan jumlah uang yang beredar yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat.Ada beberapa macam kebijakan moneter yaitu :
a)
Politik Diskonto
Politik diskonto
(discount policy) adalah politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang
dengan jalan menurunkan tingkat bunga.Dengan menurunkan tingkat bunga
diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah ,karena orang
akan lebih banyak menarik uangnya di Bank dari pada menjalankan investasi.
b)
Kebijakan Pasar Terbuka
Untuk memperkuat
politik diskonto,kebijakan lain juga di jalankan yaitu dengan politik pasar
terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual
surat-surat berharga.Dengan membeli surat-surat berharga di harapkan uang yang
beredar di masyarakat bertambah,sehingga uang yang beredar dimasyarakat semakin
bertambah.
c)
Politik Persediaan Kas (cash ratio policy)
Bank sentral
pada umumnya menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang
tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan
sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.Pada saat deflasi
pemerintah akan mengurangi persediaan uang kas.Sehingga uang kas yang beredar
di masyarakat akan semakin meningkat.
d)
Perubahan Cadangan Minimum
Perubahan
cadangan minimum yang dimiliki oleh bank-bank umum dapat mempengaruhi jumlah
uang yang beredar.Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan ,jumlah uang
yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan
jumlah uang yang beredar cenderung turun.Jadi pada saat deflasi pemerintah
lewat bank sentral akan lebih baik menurunkan cadangan minimum.
2. Kebijakan Fiskal
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
a) Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
Pengaturan pengeluaran sangat perlu di lakukan. Dalam hal ini diharapkan
penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencaan. Kalau pembelajaan
negara melampui batas yang telah ditentukan akan mendorong terjadinya
pertambahan uang yang beredar di masyarakat. Meski demikian diharapkan
pembelanjaan negara tidak melampui batas yang telah ditentukan.
b)
Menurunkan Tarif Pajak
Saat terjadi deflasi uang beredar sedikit dimasyarakat. Jumlah uang beredar
tersebut dapat ditambah dengan jalan menurunkan tarif pajak. Jika tariff pajak
diturunkan uang yang dibelanjakan oleh masyarakat cenderung meningkat. Sehingga dengan demikian uang akan lebih banyak kemasyarakat.
c) Mengadakan Pimjaman
Pemerintah
Pemerintah dapat mengadakan pinjaman pemerintah baik dengan jalan paksaan ataupun tidak,untuk menambah uang yang beredar di masyarakat. Cara yang paling ampuh dilakukan untuk menyukseskan kebijakan ini yaitu dengan jalan mencairkan simpanan yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di bank lebih banyak.Jika, dalam keadaan deflasi.
3. Kebijakan Non-Moneter
a) Menurunkan Hasil Produksi
Pemerintah dapat mengadakan pinjaman pemerintah baik dengan jalan paksaan ataupun tidak,untuk menambah uang yang beredar di masyarakat. Cara yang paling ampuh dilakukan untuk menyukseskan kebijakan ini yaitu dengan jalan mencairkan simpanan yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di bank lebih banyak.Jika, dalam keadaan deflasi.
3. Kebijakan Non-Moneter
a) Menurunkan Hasil Produksi
Menurunkan hasil
produksi dapat memperkecil laju deflasi.Penurunan hasil produksi dapat
dilakukan dengan cara memberikan batasan terhadap produsen. Pengurangan jumlah
barang di dalam negeri cenderung menaikan harga.
b)
Kebijakan Upah
Kebijakan upah
adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji sering
dinaikan.Kenaikan gaji dan upah akan menimbulkan kenaikan daya beli.Hal ini
pada akhirnya menaikan permintaan terhadap barang-barang secara
keseluruhan.Apabila hal ini terjadi,maka akan menimbulkan inflasi. Jadi untuk
kebijakan ini resiko yang harus dihadapi cukup besar karena sedikit saja
mengalami kesalahan inflasi akan membayangi.
Sumber :
https://www.facebook.com/notes/adi-wicaksono/pengertian-inflasi-dan-deflasi/10151600410346075
No comments:
Post a Comment